BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dia adalah seorang ulama Islam yang paling terkemuka
dan sangat terkenal di Barat dan di Timur. Ia sangat menguasai ilmu-ilmu
'aqliyyah dan naqliyyah. Selama beberapa
lama, dia adalah kepala madrasah Nidzamiyah yang merupakan jabatan keagamaan
tertinggi dizamannya.[1]
Al-Ghozali adalah seorang ulama besar yang sanggup
menyusun kompromi antara syari'at dan hakikat atau tasawuf menjadi bangunan
baru yang cukup memuaskan kedua belah pihak. Baik dari kalangan syar'i ataupun
lebih-lebih kalangan para sufi. Beliau sanggup mengikat tasawuf dengan
dalil-dalil wahyu baik ayat al-Quran maupun Hadis Nabi. Dan judul karyanya yang
paling monumental Ihya' Ulum al-Din (menghidupkan ilmu-ilmu agama),
nampak berapa besar jasa al-Ghozali. Yakni mampu menyusun bangunan yang dapat
menghidupkan kegairahan umat Islam mempelajari ilmu-ilmu agama, dan mengamalkan
dengan penuh ketekunan.
B. Rumusan Masalah
1. bagaimanakah
boigrafi al-Ghozali ?
2.
Bagaimanakah Paradigma Keilmuan al-Ghozali ?
C. Tujuan
Pembahasan
1.
Untuk mengetahui tentang biografi al-Ghozali
2.
Untuk mengetahui tentang Paradigma Keilmuan al-Ghozali
BAB II
PARADIGMA KEILMUAN PERSEPEKTIF AL-GHOZALI
A. Biografi Imam Al-Ghozali
Nama
lengkap Al-Ghozali adalah Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad al-Ghozali, bergelar
"Hujjaul Islam". Dilahirkan di Thusi pada tahun 450 H. Disuatu kota kecil
di Khurasan (Iran). Kata-kata al-Ghozali kadang-kadang diucapkan al-Ghozzali
(dengan dua z) dengan mendua kalikan z, kata-kata al-Ghazali diambil dari kata ghazal,
nama kampung kelahiran al-Ghazali. [3]
Ayahnya adalah seorang pekerja pembuat pakaian dari bulu (wol) dan menjualnya
di pasar, setelah ayahnya meninggal, al-Ghozali diasuh oleh seorang ahli
tasawuf.[4]
Al-Ghazali
pertama-tama belajar di kota Tus, kemudian meneruskan di Jurjan, dan akhirnya
di Naisabur pada imam Juwaini sampai beliau wafat tahun 478 / 1085 M. Kemudian
ia berkunjung pada Nidzam al-Mulk di kota Mu'askar, dan dari padanya ia
mendapat kehormatan dan penghargaan yang besar, sehingga ia tinggal di kota itu
enam tahun lamanya. Pada tahun 483 H / 1090 M, ia diangkat menjadi guru di
madrasah Nidzamah Bagdad, selain mengajar juga mengadakan bantahan-bantahan
terhadap pikiran-pikiran golongan Batiniah, Ismailiyah, golongan filsafat dan
lain sebagainya.
Selama
waktu itu ia tertimpa keragu-raguan tentang kegunaan pekerjaannya, sehingga ia
akhirnya menderita penyakit yang tidak bisa diobati dengan obat lahiriyah
(fisioterapi). Pekerjaannya itu kemudian ditinggalkannya pada tahun 484 H,
untuk menuju Damsyik, di kota ini ia merenung, membaca dan menulis selama
kurang lebih dua tahun, dengan tasawuf sebagai jalan hidupnya.
Kisah pengembaraan intelektualnya yang mengagumkan, banyaknya cabang
keilmuan Islam yang ia kuasai, perjuangannya yang gigih dalam memberangus
praktek Islam menyimpang di zamannya serta kotribusinya yang besar terhadap
khazanah pemikiran islam telah membuat dia punya tempat istimewa di hati semua
kaum muslim semenjak masa hidupnya sampai sekarang.
Sebenarnya
sebelum al-Gozali telah muncul pula beberapa raksasa agung pemikiran dan
pembaharu islam seperti
al-Haromain (al-Juaini), Qodi al-Baqolani dan juga Abu Hasan al-Asy’ari. Tetapi
pengaruh pemikiran mereka bisa dibilang hanya meliputi orang-orang tertentu
saja (khowash) sedangkan al-Ghozali meliputi semua lapisan umat Islam secara
umum.[7]
B. Paradigma Keilmuan
Al-Ghozali
Al-ghozali
adalah orang yang pertama-tama mendalami filsafat dan yang sanggup mengkritiknya
pula. Hasil peninjauan terhadap filsafat dibuktikannya dalam bukunya Maqasid
al-falasifah dan Tahafud al-Falasifah. Sejak mudanya al-Ghozali
menjerlaskan bahwa ia mempunyai keinginan unuk memahami makna hakiki segala
sesuatu untuk dirinya sendiri dan dia pada kesimpulan, bahwa penghalang
terbesar dalam mencari kebenaran ialah sikap percaya begitu saja terhadap orang
ua dan guru-guru serta ketaatan yang kaku pada warisan masa lalu.
Dia teringat
pada hadits Nabi yang mengatakan, "Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah,
orang tuanyalah yang menjadikannya, Yahudi, Kristen, dan Majusi". Dia
rindu untuk mengetahui hakikat aslinya itu seperti apa sebelum tertarik pada
hal-hal yang tidak rasional yang ditanam oleh orang lain. Akhirnya ia menyusun
pengeahuan yang yang tidak ada ruang dan celah untuk meragukannya. Yang tidak
mengandung kemungkinan adanya kesalahan atau kekeliriuan, ia menemukan bahwa
tidak satu pengetahuanpun yang ia peroleh mampu terhadap ujian dengan
syarat-syarat yang memuaskan, kecuali pengetahuan yang berdasarkan atas
pengalaman lansung. Sejak itu ia mencari kebenaran mutlak yang tidak mengandung
ukuran yang rendah.[8]
Buku
Maqasid al-falasifah berisi tiga persoalan filsafat, yaitu logika
ketuhanan dan fisika yang diuraikannya dengan sejujurnya, seolah-olah dia
seorang filosof yang menulis tentang kefilsafatan. Sesudah itu, ia menulis buku
berikutnya. Yaitu Tahafud al-Falasifah, dimana ia bertindak bukan
sebagai seorang filosof, melainkan sebagai seorang tokoh Islam yang hendak
mengkritik filsafat dan menunjukkan kelemahan-kelemahan serta kejanggalan-kejanggalannya,
yaitu dalam hal-hal yang berlawanan dengan agama.
Menurut
al-Ghozali, lapangan filsafat ada enam, yaitu matematika, logika, fisika,
meafisika (ketuhanan), politik dan etika. Hubungan lapangan-lapangan tersebut
dengan agama tidak sama; ada yang tidak berlawanan sama sekali dengan agama,
dan ada pula yang sangat berlawanan dengan agama, sebagaimana uraian berikut
ini.
Lapangan
logika manurut al-Ghozali, juga tidak ada sangkut pautnya dengan agama, atau
dengan perkataan lain, agama tidak memerintahkan atau melarang logika, logika
berisi penyelidikan enam dalil-dalil (alasan-alasan) pembuktian, kias-kias
(syllogisme), syarat-syarat pembuktian (burhan), definisi-definisi dan
sebagainya. Semua persoalan ini tidak perlu diingkari, sebab masih sejenis dengan
yang dipakai oleh ulama-ulama teologi Islam, meskipun kadang-kadang berbeda
istilah dan kata-katanya. Bahaya yang ditimbulkan oleh logika dan
filosof-filosof , ialah karena syarat-syarat pembuktian bisa menimbulkan
keyakinan, maka syarat-syarat pembuktian tersebut juga mendahului pendahuluan
dalam soal-soal ketuhanan (metafisika), sedang sebenarnya tidak demikian.
Ilmu
fisika, menurut al-Ghozali membicarakan tentang planet-planet, unsur-unsur
(benda-benda) tunggal, seperti air, hawa, tanah dan api, kemudian benda-benda
tersusun, seperti hewan, tumbuh-tumbuhan, logam, sebab-sebab perubahan dan
pelarutannya. Pembahasan tersebut sejenis dengan pembahasan lapangan kedokteran,
yaitu menyelidiki tubuh orang, anggota-anggota badanya dan reaksi-reaksi kimia
yang yang terjadi di dalamnya. Sebagaimana untuk agama tidak diisyaratkan
mengingkari ilmu kedokteran, maka demikian pula ilmu fisika juga tidak perlu
diingkari, kecuali dalam beberapa hal yang disebutkan dalam buku Tahafut
al-Falasifah, yang dapat disimpulkan
bahwa alam semesata ini dikuasai (tunduk) kepada Tuhan, tidak bekerja dengan
dirinya sendiri, teapi bekerja karena Tuhan, Zat Penciptanya.[9]
Lapangan
ketuhanan (metafisika), menurut al-Ghozali, sebagaimana diungkapkan oleh Simuh
bahwa alGhozali mengetengahkan teori yang mirip dengan filsafat plato tentang
adanya alam idea. Mnurut al Ghozali Tuhan sebagai pencipta dunia, sebelum
menciptanya terlebih dahulu telah ada bagan perencanaannya secara lengkap dan
mendetail dalam lauh al-mahfudl, oleh karena itu di alam lauh
al-mahfudl, segala sesuatunya telah tertulis secara lengkap, baru kemudian
dilaksanakan satu persatu manurut kadar dan waktunya yang telah ditentukan
pula.
Ilmu yang langsung diterima dari lauh al-mahfudl yang
berada disisi Allah ini dinamakan ilmu ilhamiyah atau ladunniyah. Ilmu ladunni
ini menurut al-Ghozali justru lebih murni dibanding ilmu aklimiyah, karena ditamsilkan
ilmu ladunni ini laksana air yang masih berada disumber mata airnya, sedang
ilmu aklimiyah laksana air yang telah mengalir di sungai-sungai, yang sudah
bercampur dengan debu-debu.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Al-ghozali merupakan tokoh besar
tidak hanya dalam bidang tasawuf, tetapi beliau juga tokoh besar dalam bidang
filsafat, walaupun beliau sendiri tidak menfatwakan dirinya sebagai tokoh filsafat besar dizamannya, adapaun
karya-karya monumental al-Ghozali diantaranya adalah Ihya 'ulumuddin, Maqasid
Al-Falasifah, dan Tahafut al-Falasifah yang dijadikan rujukan para pengkaji
keilmuan agama dan filsat.
Paradigma Keilmuan al-Ghozali
Manurut al-Ghozali lapangan
filsafat ada enam yaitu, matemarika, logika, fisika, metafisika (ketuhanan),
politik dan etika. Hubungan lapangan-lapangan tersebut dengan agama tidak sama;
ada yang tidak berlawanan sama sekali dengan agama, dan adapula yang sangat
berlawanan dengan agama.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi,
Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintangm 1991.
Http://anaehummy4.blogspot.com/2008/06/al-ghozali-juga-manusia.html
Mustofa, A, Filsafat
Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997.
Muthahari, Murtadho dan Thabatthaba'I, Menapak Jalan Spiritual: Sekilas
tentang Ajaran Tasawuf dan Tokoh-okohnya, Bandung: Pustaka Hidayah, 2006.
Smith, Margaret, Pemikiran dan
Doktrin Mistis Imam Al-Ghozali, Jakarta: Rio Cipta, 2000.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar