Senin, 29 Juni 2015

PEMIKIRAN IMAM AL-GHOZALI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dia adalah seorang ulama Islam yang paling terkemuka dan sangat terkenal di Barat dan di Timur. Ia sangat menguasai ilmu-ilmu 'aqliyyah  dan naqliyyah. Selama beberapa lama, dia adalah kepala madrasah Nidzamiyah yang merupakan jabatan keagamaan tertinggi dizamannya.[1]
Al-Ghozali adalah seorang ulama besar yang sanggup menyusun kompromi antara syari'at dan hakikat atau tasawuf menjadi bangunan baru yang cukup memuaskan kedua belah pihak. Baik dari kalangan syar'i ataupun lebih-lebih kalangan para sufi. Beliau sanggup mengikat tasawuf dengan dalil-dalil wahyu baik ayat al-Quran maupun Hadis Nabi. Dan judul karyanya yang paling monumental Ihya' Ulum al-Din (menghidupkan ilmu-ilmu agama), nampak berapa besar jasa al-Ghozali. Yakni mampu menyusun bangunan yang dapat menghidupkan kegairahan umat Islam mempelajari ilmu-ilmu agama, dan mengamalkan dengan penuh ketekunan.
Dengan demikian apa yang dicita-citakan oleh al-Ghozali tercapai. Yakni menghidupkan dan mendalamkan kualitas umat Islam dan memantapkannya, sehingga terpancar dalam kegairahan mempelajari dan mengamalkan agama mereka. Kedalaman spirituasl yang ditimbulkan oleh ajaran tasawuf bisa didayagunakan untuk mendukung kegairahan mempelajari ilmu-ilmu agama beserta pengamalannya. [2] Sebaliknya dengan keterikatan yang ketat pengamalan tasawufnya dengan syari'at dan ayat-ayat al-Quran dan Hadits, tasawuf mulai mendapat hati dari pihak ulama ahli syari'at, dan diterimanya sebagai suatu cabang ilmu keislaman yang paling kaya raya kerohanian dan tuntunan moral.
B. Rumusan Masalah
1. bagaimanakah boigrafi al-Ghozali ?
2. Bagaimanakah Paradigma Keilmuan al-Ghozali ?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui tentang biografi al-Ghozali
2. Untuk mengetahui tentang Paradigma Keilmuan al-Ghozali  

       

BAB II
PARADIGMA KEILMUAN PERSEPEKTIF AL-GHOZALI

A. Biografi Imam Al-Ghozali
Nama lengkap Al-Ghozali adalah Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad al-Ghozali, bergelar "Hujjaul Islam". Dilahirkan di Thusi pada tahun 450 H. Disuatu kota kecil di Khurasan (Iran). Kata-kata al-Ghozali kadang-kadang diucapkan al-Ghozzali (dengan dua z) dengan mendua kalikan z, kata-kata al-Ghazali diambil dari kata ghazal, nama kampung kelahiran al-Ghazali. [3] Ayahnya adalah seorang pekerja pembuat pakaian dari bulu (wol) dan menjualnya di pasar, setelah ayahnya meninggal, al-Ghozali diasuh oleh seorang ahli tasawuf.[4]
Tus sendiri merupakan kota yang lebih besar, dengan gedung yang tertata dan populasi penduduk yang padat, dibanding dengan kota lain, Thabaristan dan Nawqan. Tempat ini terkenal dengan pemandangan pepohonan nan subur serta kandungan mineral yang tersimpan di dekat pegunungan yang mengitarinya. Lebih penting lagi merupakan tempat kelahiran sejumlah tokoh masyhur dalam sejarah Islam. Diantaranya Abu Ali Al-Hasan b. Ishaq, dikenal dengan nama Nizam al-Mulk.[5]
Al-Ghazali pertama-tama belajar di kota Tus, kemudian meneruskan di Jurjan, dan akhirnya di Naisabur pada imam Juwaini sampai beliau wafat tahun 478 / 1085 M. Kemudian ia berkunjung pada Nidzam al-Mulk di kota Mu'askar, dan dari padanya ia mendapat kehormatan dan penghargaan yang besar, sehingga ia tinggal di kota itu enam tahun lamanya. Pada tahun 483 H / 1090 M, ia diangkat menjadi guru di madrasah Nidzamah Bagdad, selain mengajar juga mengadakan bantahan-bantahan terhadap pikiran-pikiran golongan Batiniah, Ismailiyah, golongan filsafat dan lain sebagainya.
Selama waktu itu ia tertimpa keragu-raguan tentang kegunaan pekerjaannya, sehingga ia akhirnya menderita penyakit yang tidak bisa diobati dengan obat lahiriyah (fisioterapi). Pekerjaannya itu kemudian ditinggalkannya pada tahun 484 H, untuk menuju Damsyik, di kota ini ia merenung, membaca dan menulis selama kurang lebih dua tahun, dengan tasawuf sebagai jalan hidupnya.
Kemudian ia pindah ke Palestina dan disinipun ia tetap merenung, membaca dan menulis dengan mengambil tempat di masjid Baiul Maqdis. Sesudah itu tergerak hatinya untuk menjalankan ibadah haji., dan setelah selesai ia kembali ke Negeri kelahirannya sendiri, yaitu koa Tus dan disana ia tetap seperti biasanya, berkholwat dan beribadah. Keadaan tersebut berlangsung selama sepuluh tahun lamanya sejak kepindahannya ke Damsyik dan dalam masa ini ia menuliskan buku-bukunya yang terkenal, antara lain Ihya' 'Ulumuddin.[6] 
Kisah pengembaraan intelektualnya yang mengagumkan, banyaknya cabang keilmuan Islam yang ia kuasai, perjuangannya yang gigih dalam memberangus praktek Islam menyimpang di zamannya serta kotribusinya yang besar terhadap khazanah pemikiran islam telah membuat dia punya tempat istimewa di hati semua kaum muslim semenjak masa hidupnya sampai sekarang.
Sebenarnya sebelum al-Gozali telah muncul pula beberapa raksasa agung pemikiran dan pembaharu islam seperti al-Haromain (al-Juaini), Qodi al-Baqolani dan juga Abu Hasan al-Asy’ari. Tetapi pengaruh pemikiran mereka bisa dibilang hanya meliputi orang-orang tertentu saja (khowash) sedangkan al-Ghozali meliputi semua lapisan umat Islam secara umum.[7]
Al-Ghozali meninggal di tempat kelahirannya yaitu Thus, pada hari Senin tanggal 14 Jumadil Akhir 505 H / 1111 M. Sesaat sebelum meninggal beliau sempat mengucapkan kata-kata yang juga diucapkan oleh Francis Bacon,Filosof Inggris, yaitu: " kuletakkan arwahku dihadapan Allah dan tanamkanlah jasadku di lipa bumi yang sunyi senyap. Namaku akan bangkit kembali menjadi sebutan dan buah bibir umat manusia dimasa datang".
B. Paradigma Keilmuan Al-Ghozali
Al-ghozali adalah orang yang pertama-tama mendalami filsafat dan yang sanggup mengkritiknya pula. Hasil peninjauan terhadap filsafat dibuktikannya dalam bukunya Maqasid al-falasifah dan Tahafud al-Falasifah. Sejak mudanya al-Ghozali menjerlaskan bahwa ia mempunyai keinginan unuk memahami makna hakiki segala sesuatu untuk dirinya sendiri dan dia pada kesimpulan, bahwa penghalang terbesar dalam mencari kebenaran ialah sikap percaya begitu saja terhadap orang ua dan guru-guru serta ketaatan yang kaku pada warisan masa lalu.
Dia teringat pada hadits Nabi yang mengatakan, "Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah, orang tuanyalah yang menjadikannya, Yahudi, Kristen, dan Majusi". Dia rindu untuk mengetahui hakikat aslinya itu seperti apa sebelum tertarik pada hal-hal yang tidak rasional yang ditanam oleh orang lain. Akhirnya ia menyusun pengeahuan yang yang tidak ada ruang dan celah untuk meragukannya. Yang tidak mengandung kemungkinan adanya kesalahan atau kekeliriuan, ia menemukan bahwa tidak satu pengetahuanpun yang ia peroleh mampu terhadap ujian dengan syarat-syarat yang memuaskan, kecuali pengetahuan yang berdasarkan atas pengalaman lansung. Sejak itu ia mencari kebenaran mutlak yang tidak mengandung ukuran yang rendah.[8]
Buku Maqasid al-falasifah berisi tiga persoalan filsafat, yaitu logika ketuhanan dan fisika yang diuraikannya dengan sejujurnya, seolah-olah dia seorang filosof yang menulis tentang kefilsafatan. Sesudah itu, ia menulis buku berikutnya. Yaitu Tahafud al-Falasifah, dimana ia bertindak bukan sebagai seorang filosof, melainkan sebagai seorang tokoh Islam yang hendak mengkritik filsafat dan menunjukkan kelemahan-kelemahan serta kejanggalan-kejanggalannya, yaitu dalam hal-hal yang berlawanan dengan agama.
Menurut al-Ghozali, lapangan filsafat ada enam, yaitu matematika, logika, fisika, meafisika (ketuhanan), politik dan etika. Hubungan lapangan-lapangan tersebut dengan agama tidak sama; ada yang tidak berlawanan sama sekali dengan agama, dan ada pula yang sangat berlawanan dengan agama, sebagaimana uraian berikut ini.
            Menurut al-Ghozali, agama tidak melarang ataupun memerintahkan ilmu-ilmu matematika (ilmu pasti), karena ilmu ini adalah hasil pembuktian pikiran yang tidak bisa diingkari sesudah dipahami dan diketahui. Tetapi ilmu tersebut menimbulkan dua keberatan. Pertama, karena kebenaran dan ketelitian ilmu-ilmu matematika, maka boleh jadi ada orang yang mengira bahwa semua lapangan filsafat, demikian pula keadaannya  sampaipun dalam lapangan ketuhanan. Kedua, sikap yang timbul dari pemeluk Islam yang bodoh, yaitu menduga bahwa untuk menegakkan agama, harus mengingkari semua ilmu yang berasal dari filosof-filosof. Dan mengatakan bahwa mereka bodoh semua, sehingga pendapat-pendapat mereka tentang gerhana juga diingkar dan dianggap berlawanan dengan syara'.
Lapangan logika manurut al-Ghozali, juga tidak ada sangkut pautnya dengan agama, atau dengan perkataan lain, agama tidak memerintahkan atau melarang logika, logika berisi penyelidikan enam dalil-dalil (alasan-alasan) pembuktian, kias-kias (syllogisme), syarat-syarat pembuktian (burhan), definisi-definisi dan sebagainya. Semua persoalan ini tidak perlu diingkari, sebab masih sejenis dengan yang dipakai oleh ulama-ulama teologi Islam, meskipun kadang-kadang berbeda istilah dan kata-katanya. Bahaya yang ditimbulkan oleh logika dan filosof-filosof , ialah karena syarat-syarat pembuktian bisa menimbulkan keyakinan, maka syarat-syarat pembuktian tersebut juga mendahului pendahuluan dalam soal-soal ketuhanan (metafisika), sedang sebenarnya tidak demikian.
Ilmu fisika, menurut al-Ghozali membicarakan tentang planet-planet, unsur-unsur (benda-benda) tunggal, seperti air, hawa, tanah dan api, kemudian benda-benda tersusun, seperti hewan, tumbuh-tumbuhan, logam, sebab-sebab perubahan dan pelarutannya. Pembahasan tersebut sejenis dengan pembahasan lapangan kedokteran, yaitu menyelidiki tubuh orang, anggota-anggota badanya dan reaksi-reaksi kimia yang yang terjadi di dalamnya. Sebagaimana untuk agama tidak diisyaratkan mengingkari ilmu kedokteran, maka demikian pula ilmu fisika juga tidak perlu diingkari, kecuali dalam beberapa hal yang disebutkan dalam buku Tahafut al-Falasifah,  yang dapat disimpulkan bahwa alam semesata ini dikuasai (tunduk) kepada Tuhan, tidak bekerja dengan dirinya sendiri, teapi bekerja karena Tuhan, Zat Penciptanya.[9]
Lapangan ketuhanan (metafisika), menurut al-Ghozali, sebagaimana diungkapkan oleh Simuh bahwa alGhozali mengetengahkan teori yang mirip dengan filsafat plato tentang adanya alam idea. Mnurut al Ghozali Tuhan sebagai pencipta dunia, sebelum menciptanya terlebih dahulu telah ada bagan perencanaannya secara lengkap dan mendetail dalam lauh al-mahfudl, oleh karena itu di alam lauh al-mahfudl, segala sesuatunya telah tertulis secara lengkap, baru kemudian dilaksanakan satu persatu manurut kadar dan waktunya yang telah ditentukan pula.
Oleh karena itu apa yang ada dialam ini beserta kejadian-kejadiannya telah ditentukan dan telah tertulis lengkap semenjak dulu di lauh al-mahfudl, atas dasar teori penciptaan yang terencana ini menurut al-ghozali sumber ilmu itu ada dua. Ilmu yang bisa dipelajari melalui pengamatan dan penelitian terhadap alam semesta; yakni yang bisa dipelajari selangkah demi selangkah belaiu menamakan ilmu taklimiyah. Adapun sumber kedua dari lauh al-mahfudl tadi, ilmu jenis ini dapat diperoleh tanpa perantaraan belajar, tetapi dengan mujahadah melalui laku mistik (tasawuf).den laku mistik ini bila berhasil seseorang bisa langsung menghayati ilmu ghaib dan membaca suratan nasib di lauh al-mahfudl.
 Ilmu yang langsung diterima dari lauh al-mahfudl yang berada disisi Allah ini dinamakan ilmu ilhamiyah atau ladunniyah. Ilmu ladunni ini menurut al-Ghozali justru lebih murni dibanding ilmu aklimiyah, karena ditamsilkan ilmu ladunni ini laksana air yang masih berada disumber mata airnya, sedang ilmu aklimiyah laksana air yang telah mengalir di sungai-sungai, yang sudah bercampur dengan debu-debu.       


BAB III
         PENUTUP
Kesimpulan
Al-ghozali merupakan tokoh besar tidak hanya dalam bidang tasawuf, tetapi beliau juga tokoh besar dalam bidang filsafat, walaupun beliau sendiri tidak menfatwakan dirinya sebagai  tokoh filsafat besar dizamannya, adapaun karya-karya monumental al-Ghozali diantaranya adalah Ihya 'ulumuddin, Maqasid Al-Falasifah, dan Tahafut al-Falasifah yang dijadikan rujukan para pengkaji keilmuan agama dan filsat.
Paradigma Keilmuan al-Ghozali 
Manurut al-Ghozali lapangan filsafat ada enam yaitu, matemarika, logika, fisika, metafisika (ketuhanan), politik dan etika. Hubungan lapangan-lapangan tersebut dengan agama tidak sama; ada yang tidak berlawanan sama sekali dengan agama, dan adapula yang sangat berlawanan dengan agama.


                                                      DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintangm 1991.
Http://anaehummy4.blogspot.com/2008/06/al-ghozali-juga-manusia.html
Mustofa, A,  Filsafat Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997.
Muthahari, Murtadho dan Thabatthaba'I, Menapak Jalan Spiritual: Sekilas tentang Ajaran Tasawuf dan Tokoh-okohnya, Bandung: Pustaka Hidayah, 2006.
Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002. cet.II
Smith, Margaret,  Pemikiran dan Doktrin Mistis Imam Al-Ghozali, Jakarta: Rio Cipta, 2000.




[1]  Murtadho Muthahari dan Thabatthaba'I, Menapak Jalan Spiritual: Sekilas tentang Ajaran Tasawuf dan Tokoh-okohnya, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2006), 48..
[2] Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 151. cet.II
[3] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintangm 1991), 135.
[4]  A. Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung: CV. Pusatka Setia, 1997), 215.
[5] Margaret Smith,  Pemikiran dan Doktrin Mistis Imam Al-Ghozali, (Jakarta: Rio Cipta, 2000), 1.
[6] Hanafi, Pengantar.........., 135.
[7] http://anaehummy4.blogspot.com/2008/06/al-ghozali-juga-manusia.html
[8]Margaret Smith,  Pemikiran………………..8
[9]A. Mustofa, Filsafat……………247.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar