Selasa, 30 Juni 2015

Artikel : Peran Penting Guru

MAKNA PENTING GURU

A. ARTI PENTING GURU
“Guru digugu lan ditiru
Demikian sekelumit bebasan jawa yang sering kita dengar dalam telinga kita sejak kecil. Sejak kita masih duduk dalam bangku sekolah dasar mungkin sudah tidak asing dengan penggambaran ini. Bebasan ini adalah merupakan penggambaran tentang peran penting guru yang memiliki peran yang sangat krusial dalam rangka untuk mengubah peradaban yang maju, stagnan atau bahkan kemunduran peradaban juga ditentukan pula oleh peran guru ini.
Peran guru di sini sangat signifikan dalam membimbing para siswanya sebagaimana yang diungkapkan oleh Muhammad Ali yang dikutip oleh Nazarudin dalam bukunya Manajemen Pembelajaran implementasi Konsep, Karakteristik dan metodologi pendidikan Agama Islam di sekolah umum, mengungkapkan bahwa guru pemegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, termasuk karakteristik dan problem belajar yang mereka hadapi.[1] Hal ini dikarenakan orang yang yang paling sering berinteraksi dalam proses pembelajaran adalah guru, sehingga ditangan gurulah letak keberhasilan atau kegagalan dalam proses belajar mengajar di kelas.
Peran utama guru dalam pembelajaran yaitu menciptakan keteraturan (establishing order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitating learning). Keteraturan di sini mencakup hal-hal yang terkait langsung atau tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti : tata letak tempat duduk, disiplin peserta didik di kelas, interaksi peserta didik dengan sesamanya, interaksi peserta didik dengan guru, jam masuk dan keluar untuk setiap sesi mata pelajaran, pengelolaan sumber belajar, pengelolaan bahan belajar, prosedur dan sistem yang mendukung proses pembelajaran, lingkungan belajar, dan lain-lain.
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya.[2]
Sebagai  seorang  pendidik  profesional,  guru  hendaknya  dapat menjadi  teladan bagi anak didiknya. Dalam  menjaga  hubungan  dengan  peserta  didik,  seorang  guru  mempunyai prinsip membimbing  peserta  didik,  bukan  hanya mengajar  atau  mendidik  saja. Sehingga dengan prinsip membimbing peserta didik maka anak akan merasa nyaman dan proses belajar mengajar dapat berjalan lancar.
Guru seharusnya menyadari bahwa mengajar merupakan suatu pekerjaan yang tidak sederhana dan mudah. Sebaliknya mengajar sifatnya sangat komplek karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis dan didaktif secara bersamaan. Aspek pedagogis menunjuk pada kenyataan bahwa mengajar di sekolah berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan., oleh karena itu, guru harus mendampingi para siswanya menuju kesuksesan belajar atau kedewasaan.

B. PERAN PENTING GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN
Guru adalah penentu sebuah sketsa pendidikan. Dalam konteks ini bisa dijelaskan bahwa, guru memiliki sebuah peran pennting dalam menumbuhkan peradaban maju atau tidaknya bangsa. Arah pendidikan mahu dibawa kemana adalah tugas guru untuk menjawab itu. Walupun grand besarnya adalah pemerintah selaku otoritatif dari pembuat kebijakan pendidikan melaui sistem pelaksanaan pendidikan. Kurikulum menjadi standarisasi pelaksanaan pendidikan yang digunakan untuk mencari format ideal pendidikan.
Seorang guru harus dibekali dengan kemampuan/kompetensi yang memadahi untuk bisa mengaktualisasikan dirinya dalam rangka membentuk watak bangsa yang baik. Guru harus berperan sebagai bapak juga berperan sebagai ibu. Dalam artian guru harus bisa memimpin / mengelola kelas dengan baik, selain itu guru harus memiliki sifat lemah lembut.
Guru harus memiliki kompetensi dalam bidangnya mengajar, kompetensi menyangkut berbagai hal untuk lebih baik. Kompetensi bukan hanya diwujudkan dengan ijzah di sekolah yang favorit akan tetapi kompetensi diwujudkan dalam keseriusan dan kepiawaian dalam membawakan materi dan mengelola kelas. Ini yang mungkin sampai sekarang guru-guru kita (termasuk kita) untuk lebih serius menggapai mimpi.
Tugas utama guru dalam pembelajaran ini sangat penting dikarenakan guru merupakan penentu keberhasilan atau kegagalan pembelajaran, tetapi posisi dan peranannya sangat penting. Oleh karena itu, untuk mewujudkan kesuksesan dalam proses pembelajaaran, guru harus melengkapi dirinya dengan berbagai aspek yang mendukung ke arah keberhasilan. Seorang guru yang hanya mengajar berdasarkan tradisi atau kebiasaan yang telah dijalani selama bertahun-tahun, tanpa mempertimbangkan berbagai ketrampilan teoritis maupun teknis yang mendukung profesionalitasnya, tentu akan memberikan hasil pembelajaran yang kurang sesuai dengan harapan. Sebaliknya, guru yang terus-menerus berusaha meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya, tentu akan menghasilkan proses yang jauh lebih baik.[3]
Dalam proses pembelajaran guru merupakan seorang yang harus siap untuk bisa menyalurkan keilmuannya kepada siswa. Guru dalam hal ini dia (guru) sebagai objek percontohan siswa. Guru yang tidak siap dengan materi dan ketika berhadapan dengan muridnya pastinya akan diledek bahkan bisa jadi bahan ejekan muridnya.
Tugas utama guru dalam proses pembelajaran ini sangat penting dikarenakan guru merupakan penentu keberhasilan atau kegagalan pembelajaran, tetapi posisi dan peranannya sangat penting. Oleh karena itu, untuk mewujudkan kesuksesan dalam proses pembelajaaran, guru harus melengkapi dirinya dengan berbagai aspek yang mendukung ke arah keberhasilan. Seorang guru yang hanya mengajar berdasarkan tradisi atau kebiasaan yang telah dijalani selama bertahun-tahun, tanpa mempertimbangkan berbagai ketrampilan teoritis maupun teknis yang mendukung profesionalitasnya, tentu akan memberikan hasil pembelajaran yang kurang sesuai dengan harapan. Sebaliknya, guru yang terus-menerus berusaha meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya, tentu akan menghasilkan proses yang jauh lebih baik.[4]
Untuk itu, profesionalisme guru saat ini sangat ditekankan untuk menjadi syarat guru bisa menjadi tolok ukur peningkatan kualitas pendidikan. Dalam konteks ini memang bagi guru baik setingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi guru harus menyiapkan perangkat mengajar dan harus siap sedia setiap bertatap muka dengan para siswanya. Guru haruss membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Proggram tahunan (prota), program semester (prommes), standar kompetensi, sampai dengan alat peraga dalam mengajar guru disyaratkan untuk memiliki skill tersebut.
Kompetensi guru menjadi sebuah taruhan untuk perubahan peradaban ke depan. Guru dituntut semaksimal mungkin untuk mengabdikan diri sepenuhnya di lembaga pendidikan dimana dia berada. Karena itu, guru saat ini sudah mulai berangsur-angsur mendapatkan haknya karena beban kerjasnya dituntut maksimal. Terbukti dengan adanya proses sertifikasi dan tunjangan fungsional bagi guru non PNS paling tidak regulasi ini memberikan pencerahan kepada guru untuk bisa lebih baik dari sebelumnya. Selain itu, sarana fisik lembaga sudah cukup baik dan hampir merata kecuali yang ada di daerah terluar yang tentunya kita kecualikan saat ini. Semoga dengan adanya regulasi yang jelas terhadap guru dan lembaga pendidikan ini, kedepan pendidikan Indonesia bisa lebih baik dari saat ini.






[1] Nazarudin, Manajemen Pembelajaran implementasi Konsep, Karakteristik dan metodologi pendidikan Agama Islam disekolah umum, (Yogyakarta : Teras, 2007), 160.
[2] Http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/06/peran-guru-dalam-proses-pendidikan/
[3] Naim, Materi Penyusunan,.1.
[4] Ngainun Naim dan Achmad Patoni, Materi Penyusunan Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (MPDP PAI), (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), 1

MAKALAH : PEMBIAYAAN PENDIDIKAN ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pembiayaan Pendidikan adalah merupakan hal yang vital dalam rangka terlaksananya sebuah pendidikan yang ada. Karena segala aktifitas kegiatan tersebut memerlukan sebuah penanganan dalam segi finansial yang  memadai pula. Pembiayaan dalam konteks ini dalam berupa uang atau barang dalam rangka menunjang proses pendidikan tersebut.
Kemudian upaya untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, perlu adanya pengelolaan secara menyeluruh dan profesional terhadap sumberdaya yang ada dalam lembaga Pendidikan Islam salah satu sumberdaya yang perlu dikelola dengan baik adalah masalah keuangan. Dalam konteks ini keuangan atau biaya adalah merupakan sumber dana yang sangat diperlukan sekolah Islam sebagai alat untuk melengkapkan  berbagai sarana dan prasarana pembelajaran di sekolah Islam, meningkatkan kesejahteraan guru, layanan, dan pelaksanaan program supervisi.[1]
Dalam sejarah kejayaan Islam dulu, dalam hal pendidikannya menjadi mercusuar dunia yang kemudian melahirkan tokoh-tokoh yang ahli dalam berbagai cabang bidang keilmuan yang dimiliki. Dan tentunya mereka juga terlahir dari sebuah tempat/lembaga pendidikan yang juga sangat baik pada zamanya. Sebut saja madrasah Nidhomiyah yang merupakan prakarsa dari penguasa waktu itu yaitu Nizham al-Mulk yang kemudian tersebar di berbagai wilayah, antara lain, Baghdad, Naisapur, Isfahan, Bashra, dan Mosul.[2]
         
B. RUMUSAN MASALAH
  1. Apakah Pembiayaan Pendidikan itu ?
  2. Apa sajakah sumber-Sumber pembiyaan Pendidikan ?
  3. Apa sajakah prinsip-Prinsip Pembiayaan pendidikan ?
  4. Bagaimana pembiayaan pendidikan Islam pada waktu Islam klasik ?

C. TUJUAN PEMBAHASAN
  1. Untuk mengetahui tentang pembiayaan pendidikan
  2.  Untuk mengetahui tentang sumber-Sumber pembiyaan Pendidikan
  3. Untuk mengetahui tentang prinsip-Prinsip Pembiayaan pendidikan
  4. Untuk mengetahui tentang pembiayaan pendidikan Islam pada waktu Islam klasik


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Biaya Pendidikan
Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen masukan insrumental (instrumen input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Dalam setiap upaya pencapaian pendidikan baik tujuan-tujuan yang bersifa kuantitatif maupun kualitatif—biaya pendidikan memilki peranan yang sangat menentukan. Hampir tidak ada upaya pendidikan yang mengabaikan peranan biaya, sehinga dapat dikatakan bahwa tanpa biaya, proses pendidikan tidak akan berjalan.
Biaya (cost) dalam pengertian ini memiliki cakupan yang luas, yakni semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelengaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga yang dapat dihargakan dengan uang. Dalam pengertian ini, misalnya iuran siswa adalah jelas merupakan biaya, tetapi sarana fisik, buku sekolah dan guru juga adalah biaya. Bagaimana biaya-biaya itu direncanakan, diperoleh, dialokasikan, dan dikelola adalah merupakan persoalan pembiayaan atau pendanaan pendidikan (educational finance).[3]
Dalam teori dan praktek pembiayaan pendidikan, baik pada tataran makro maupun mikro, dikenal beberapa kategori biaya pendidikan. Pertama, biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (Indirec cost). Biaya langsung adalah segala pengeluaran yang secara langsung menunjang penyelenggaraan pendidikan. Biaya tidak langsung adalah pengeluaran yang tidak secara langsung menunjang proses pendidikan tetapi memungkinkan proses pendidikan tersebut terjadi disekolah, misalnya biaya hidup siswa, biaya ranportasi ke sekolah, biaya jajan, biaya kesehatan, dan harga kesempatan (opprotunity cost).
Kedua, biaya pribadi (Private cost) dan biaya sosial (social cost). Adalah pengeluaran keluarga untuk pendidikan atau dikenal juga pengeluaran  rumah tangga (household expenditure). Biaya social adalah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk pendidikan., baik melalui sekolah maupun melalui pajak yang dihimpun oleh pemerintah kemudian digunakan untuk membiayai pendidikan. Biaya yang dikeluarkan pendidikan pada dasarnya termasuk biaya sosial. Ketiga, biaya dalam bentuk uang (monetary cost) dan bukan uang (non-Monetary cost). [4]

B. Sumber-Sumber pembiyaan Pendidikan
Dalam membiyai  pendidikan maka dikenal sumber-sumber pembiayaan pendidikan dalam rangka menunjang proses pelaksanaan pendidikan, yaitu :
1.            Pemerintah baik pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah, maupun kedua-duanya, bersifat umum dan khusus serta diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan.
2.            Orang tua atau pesera didik
3.            Masyarakat baik mengikat maupun tidak mengikat.[5] Adapaun Dimensi pengeluaran meliputi biaya rutin dan biaya pembangunan.
Biaya rutin adalah biaya yang harus dikeluarkan  dari tahun ketahun seperti gaji pegawai, (guru dan Non Guru), serta biaya operasional, biaya pemeliharaan gedung, fasilitas, dan alat-alat pengajaran (barang-barang habis pakai). Sementara biaya pengembangan misalnya, biaya pemeliharaan atau rehab gedung, pertambahan furnitur, serta biaya atu  pengeluaran lain untuk barang-barang yang  hasib pakai.[6]
Sedangkan dilihat dari segi penggunaan, sumberdana dapat dibagi menjadi dua yaitu :
  1. Anggaran untuk kegiatan rutin, yaitu gaji dan biaya operasional sehari-hari sekolah.
  2. Anggaran untuk pengembangan sekolah[7]

C. Prinsip-Prinsip Pengelolaan pembiayaan pendidikan
Bentuk biaya tentunya menjadi sebuah hal yang penting dalam menjalankan sebuah roda pendidikan. Karena tentunya tanpa adanya biaya (dana) dalam proses pendidikan juga pasti tidak akan berjalan dengan baik. Untuk itu pengelola lembaga pendidikan harus memperhatikan prinsip-prinsip dalam pengelolaan biaya pendidikan.
Pengggunaan keuangan di sekolah didasarkan pada-prinsip-prinsip sebagai berikut :
  1. Hemat tidak mewah, efisien dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan.
  2. Tararah dan terkendali sesuai dengan rencana, program dan kegiatan
  3. Pengharusan penggunaan kemampuan
D. Pembiayaan Pendidikan dalam Islam Klasik
Pada masa Dinasti Umayah ini belum ada pendidikan formal, dimana putra-putra kholifah Bani Umayyah biasanya akan disekolahkan ke Badiyah, gurun Suriah, untuk mempelajari bahasa Arab murni, dan mendalami puisi. Kesanalah Muawiyah mengirimkan putra-puranya yang kemudian menjadi putranya. Yazid. Serang guru (mu'addib) pada masa  ini – biasanya seorang mantan budak dan beragama Kristen- merupakan figur penting istana. Guru putra khalifah ini menerima perintah dari ayah murid-muridnya agar, mengajarkan mereka berenang dan membiasakan mereka untuk agar tidak tidur. Umar II demikian keras menghajar anaknya jika melanggar tatabahasa Arab, sehinga ia diriwayatkan menerapkan hukuman cambuk padanya.
Pada masa ini juga belum dikenal sistem pendidikan madrasah sehingga dalam proses pendidikan ini berlangsung akan mengunakan masjid sebagai sarana untuk mempelajari Al-Quran dan al-Hadits. Karena itu, guru, guru-guru paling pertama dalam Islam adalah para pembaca al-Quran (Qurra'). Pada awal 17 H. 638 M. Kholifah Umar mengirimkan para qurra' keberbagai tempat, dan mengintruksikan agar masyarakat belajar kepada mereka di masjid setiap hari Jum'at. Umar II mengutus Yazid bin Al-Habib ke Meisir sebagai hakim agung, yang diriwayakan menjadi orang yang pertama manjadi guru di sana. Di Khufah kita mengenal al-Dhahak ibn Muzahim (w.723) yang mendirikan sekolah dasar (kuttab) dan tidak memungut bayaran dari para siswa. Kemudian pada abad kedua Hijriyah ditemukan seorang Badui yang mendirikan  sekolah dengan memungut bayaran dari para siswa.[8]
Dari gambaran realitas sejarah di atas, dapat ketahui bahwa dalam kekhalifahan Dinasti Umayyah ini ada dua macam sistem, yaitu :
1.            Dimana pada awalnya dalam segi pendidikan ini tidak dikenakan biaya atau digratiskan, sehingga pembiayaan lebih menjadi tanggungan penguasa waku itu. 
2.            Istilah penarikan  biaya ini dikenal kemudian pada abad kedua  yakni pada kelompok Badui dengan memungut biaya pendidikan pada para siswanya.
Kemudian pada waktu berdirinya madrasah pada era berikutnya, yakni madrasah Nizhamiyah (yang didirikan oleh Nizam al-Mulk), memberikan gagasan tentang pembiayaan pendidikan dilembaga tersebut dengan melakukan kontrol pada semua madrasah Nizamiyyah, dimana pada masa ini pembiayaan pendidian melalui program wakaf pemerintah. Kontrol atas madrasah iu dimuat di dalam dokumen weakaf madrasah Nizamiyah, subansi dari dokumen tersebut, adalah sebagai berikut :
1.      Madrasah Nizamiyyah adalah wakaf yang disediakan untuk kepentingan madzab Syafi'i.
2.      Harta benda yang diwakafkan kepada Madrasah Nizamiyyah adalah demi kepentingan penganut madzab Syafi'i.
3.      Pejabat-pejabat utama madrasah Nizamiyyah harus bermadzhab Syafi'i.
4.      Madrasah Nizamiyyah harus memiliki seorang tenaga pengajar dibidang kajian al-Quran dan bahasa Arab.
5.      Setiap staf menerima bagian tertentu atas penghasilan yang bersumber dari harta wakaf madrasah Nizamiyyah.[9]
 
Sebagai suatu lembaga pendidikan, madrasah Nizamiyyah memiliki sarana dan prasarana yang cukup lengkap, antara lain ruang belajar dalam jumlah banyak, ruang perpustakaan yang cukup besar, sejumlah asrama untuk pelajar, staf dan para gurunya, dan juga satu masjid yang yang terleak tidak jauh dari lokasi madrasah.         



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bentuk pembiayan pendidikan pada masa Islam klasik paling tidak ada tiga hal yang perlu dicatat yaitu :
  1. Biaya pendidikan ditanggung oleh pemerintah, seperi halnya pada pemerintahan Dinasti Bani Umayyah. 
  2. Biaya Pendidikan digratiskan bagi para siswanya, model ini dikenal dalam pendidikan yang dilakukan oleh kaum badui dengan melakukan penarikan dana kepada peserta didiknya.
  3. Pada masa madrasah Nizamiyah, pendanaan pendidikan dilakukan melalui wakaf pemerintah.

B. Saran
Karena keterbatasan literatur yang dijumpai oleh penulis diperpusakaan, untuk itu menjadikan kurang maksimalnya makalah ini, sehingga dalam rangka menunjang kelengakapan makalah ini dimohon mempelajari melalui referensi lain yang lebih representatif.


DAFTAR RUJUKAN

Arif, Mahmud, Pendidikan Islam Transformatif, Yogyakarta: LKiS, 2008
Hitti, Philip K., History of Arabs, Jakara: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2002.

Idi, Abdullah dan Suharto, Toto, Revitalisasi pendidikan Islam, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006
Qomar, Mujamil, Manajemen Pendidikan Islam, Surabaya: Erlangga, 2007
Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam, Surabaya: elKAF, 2006.
Supriyadi, Dedi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, Bandung: P. Remaja Rosda Karya, 2006





[1] Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam, (Surabaya: elKAF, 2006), 98.
[2] Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif, (Yogyakarta: LKiS, 2008), 135.
[3] Dedi Supriyadi, Satuan Biaya PEndidikan Dasar dan Menengah, (Bandung: P. Remaja Rosda Karya, 2006), 3.
[4] Dedi Supriyadi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, (Bandung: P. Remaja Rosda Karya, 2006), 4.
[5]Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Surabaya: Erlangga, 2007), 166
[6]Sulistyorini, Manajemen………….99
[7] Mujamil Qomar, Manajemen .................167.
[8] Philip K. Hitti, History of Arabs, (Jakara: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2002), 317-318
[9] Abdullah Idi dan Toto Suharto, Revitalisasi pendidikan Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), 25.  

Senin, 29 Juni 2015

MAKALAH : PERAN PENTING SUPERVISI BAGI GURU

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Guru adalah salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) memiliki posisi yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran, karena fungsi utama guru adalah merancang, mengelola, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran. Di samping itu, kedudukan guru dalam kegiatan belajar mengajar juga sangat strategis dan menentukan. Setragis karena guru akan menentukan kedalaman dan keluasaan materi pelajaran, sedangkan bersifat menentukan karena guru yang memilih bahan pelajaran yang akan disajikan kepada peserta didik. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan tugas guru adalah kinerjanya di dalam merencanakan / merancang, melaksanakan dan mengevaluasi proses belajar mengajar.
Guru selaku pelaku pendidikan harus memberikan wawasan, pemahaman, dan juga kesadaran kepada para peserta didiknya tentang arti dan makna penting perubahan kearah kemajuan hal ini penting dilakukan karena guru memegang peranan kunci bagi kemajuan pendidikan. Guru memang bukan faktor tunggal, tetapi fakta menunjukkan bahwa guru adalah faktor yang determinan.[1]    
Guru adalah jabatan yang mulia sebagai sebuah sarana transfer of knwoledge (transfer pengetahuan) Guru adalah factor penting dalam rangka mengantarkan peserta didik untuk mengarungi cakrawala luasnya ilmu pengetahuan yang ia peroleh. Sehingga di sini guru dituntuk berperan aktif dalam rangka proses Belajar Mengajar. Guru adalah merupakan objek dari sasaran supervisi untuk perbaikan mutu guru kearah yang lebih baik, dalam rangka pelaksanaan supervisi terhadap guru di lapangan tentunya banyak faktor yang menjadi kendala / problem yang butuh penanganan yang serius yang tentunya akan kita bahas dalam makalah ini.

B. RUMUSAN MASALAH
  1. Apakah peran guru ?
  2. Apa problem-problem yang dihadapi guru ?
  3. Bagaimana sikap guru terhadap supervisi
C. TUJUAN PEMBAHASAN
  1. Untuk mengetahui tentang peran guru
  2. Untuk mengetahui tentang problem-problem yang dihadapi oleh guru
  3. untuk mengaetahui tentang sikap guru terhadap supervisi
  


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Peran guru dalam pembelajaran
Guru dalam Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 1 disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan ugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.[2]
Semua orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul karena manusia adalah makhluk yang lemah, yang dalam perkembangannya membutuhkan orang lain, sejak lahir, bahkan pada saat meninggal. Semua itu menunuukkan bahwa setiap orang membutuhkan orang lain dalam perkembangannya, demikian halnya peserta didik.[3]
Minat, bakat kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oelh peserta didik idak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini, guru harus memperhatikan peserta didik secara individual, karena antara satu peserta didik dengan yang lain memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Hal ini dapat kita contohkan dalam suasana pendidikan yang biasa kita liat diingka sekolah dasar, dimana dalam satu kelas  biasanya kita lihat ada perkelahian antar siswa, berbuat gaduh, menangis dan masih banyak lagi contoh-contoh yang dapat kita ambil. Di sini peran guru menetukan dalam rangka untuk menciptakan suasana yang baik dan kondusif untuk perjalanan sebuah pembelaran.
Memahami uraian diatas, betapa besar jasa guru dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan para peserta didik.mereka memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumberdaya manusia (SDM) serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan bangsa, dan negara.[4] Sehingga dulu sering kita dengarkan istilah bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Dihitung dari pengabdiannya yang dicurahkan secara tulus untuk kemajuan bangsa ini dengan berkecimpung dalam dunia pendidikan
Guru harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik. Agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini, guru harus kreatif, profesional, dan menyenangkan, dengan memposisikan diri sebagai berikut;
1.      Orang tua yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya.
2.      Teman, tempat mengadu, dan menguarakan perasaan bagi pesera didik.
3.      Fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan dan bakatnya.
4.      Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua unuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya.
5.      Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab.
6.      Membiasakan peserta didik untuk selalu berhubungan (bersilaurrahmi) dengan orang lain secara wajar.
7.      Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antarpesera didik, orang lain dan lingkungannya.
8.      Mengembangkan kreatifitas.
9.      Menjadi pembantu ketika diperlukan.[5]          

B. Kendala-Kendala yang dihadapi guru di sekolah
Menengok dari peran guru di atas, ada banyak masalah yang terjadi di lapangan dalam penerapan supervisi yang mana ini juga perlu penyikapan serius untuk pencapaian sebuah problem solving yang baik. Yang diungkapkan oleh para tokoh-tokoh pakar supervisi.
Menurut Beeby sebagaimana dikutip oleh Binti Maunah menjelaskan bahwa Keterlaksanaan pembinaan profesional guru di Indonesia bukanlah tanpa kendala, sejak awal kendala-kendala yang teridentifikasi adalah kurang memahami kemampuan supervisor, sehingga pelaksanaannya tidak lebih suatu kegiatan adminisrasi rutin; kurang lancarnya komunikasi dan transportasi akibat kondisi geografis; sistem birokrasi terbaginya loyalitas supervisi sebagai dampak dualisme pengenalan (di sekolah dasar); dan sikap guru serta supervisor terhadap pembaharuan pendidikan.[6]
Sedangkan menurut laporan dari BP3K terkait dengan hasil evaluasi terpadu kurikulum pendidikan dasar dan Menengah, adalah :
ü  Pelaksanaan supervisi yang kadang-kadang cenderung ke supervisi
ü  Kurang jelasnya pembedaan fungsi administrasi dan supervisi dari pedoman yang ada, sehingga para kepala sekolah tidak dengan melaksanakan tugas masing-masing fungsi dengan baik.
ü  Kurangnya tenaga guru yang dikaitkan dengan keefektifan supervisi.
ü  Kurangnya sarana yang diperlukan untuk menunjang kegiatan supervisi dalam melakukan pembaharuan kurikulum. [7]
Kemudian terkait dengan kendala-kendal yang dihadapi guru adalah :
1. Sistem pembinaan yang kurang memadai, karena :
a.       Pembinaan lebih menekankan aspek administratif dan melalaikan aspek profesi.
b.      Kurangnya tatap muka antara pembinaan dan guru.
c.       Kurangnya penambahan pengetahuan dari para pembina, sehinga tidak mengamati perkembangan baru dalam berbagai mata pelajaran.
d.      Pembina masih menggunakan jalur tunggal dan searah dari atas ke bawah.
e.       Potensi guru sebagai pembina rekan guru lain kurang digunakan.
2.      Sikap mental yang kurang menunjang kegiatan supervisi, misalnya: hubungan profsional yang kaku dan kurang akrab antara "atasan" dan "bawahan", akibat sikap otoriter pembina; Pembina dan guru tertentu menganggap diri sudah cukup berpengalaman sehingga mereka merasa sudah tidak perlu belajar lagi. Pembina dan guru terlalu cepat puas atas hasilbelajar dan  berfikir bahwa dengan cara demikian sebagaian besar murid akan naik kelas dan lulus ujian.
3.      Kurang terkordinatnya kegiatan pembinaan berbagai pihak yang berwenang di lapangan, baik secara vertikal maupun horizontal, sehingga membingungkan para guru.
4.      Persepsi, respon, dan sikap guru terhadap supervisi.[8]
Perbaikan atau peningkatan mutu pengajaran di sekolah berkaian erat dengan kefektifan layanan supervisi. Karena itu, sudah seharusnya pula para ssupervisor mendorong guru agar berupaya melakukan peningkatan kemampuan persna dan profesionalnya. Observasi kelas adalah salah satu wahana yang dapat digunakan untuk mendapatkan perubahan atau perbaikan unjuk kerja mengajar guru. Karena itu, supervisor diharapkan dapat menggiring perhatian guru dalam wawancara supervisi terhadap temuan spesifik dari observasi kelas, dengan harapan minat, dan kemampuan guru dibangkitkan untuk melakukan perubahan atau perbaikan unjuk kerja mengajarnya.
Beberapa pakar supervisi menegaskan pentingnya observasi kelas dan wawancara supervisi. Keefektifan layanan supervisi di sekolah tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab kepala sekolah, karena ialah yang dianggap pemimpin pengajaran di sekolahnya. Keberhasilan melembagakan observasi kelas dan wawancara supervisi menentukan kualias kompetensi profesionalitasnya, karena untuk mmewujudkan diperlukan kemampuan membangun yang baik dengan seluruh staf sekolah.[9]
Kemampuan mengaktualisasikan hubungan itu, menunjukkan kemampuan kepemimpinan yang sejatit, karena ia mampu memadukan dalam arti untuk saling melengkapi, pola karakteristik guru, sebagai bawahannya.
Kindsvatter dan Wilen menjelaskan sebagaimana diungkapkan oleh Binti maunah bahwa observasi kelas dan wawancara supervisi pada hakikatnya dapat menyebabkan berbagai bentuk kecemasan dan ketakutan terhadap guru, untuk itu hasil positif wawancara supervisi, sulit dicapai. Di sinilah letak perlunya komunikasi interpersonal selama wawancara supervisi yang diharapkan dapat memberikan dampak perbaikan pengajaran, baik yang segera dapat diamati, maupun untuk perbaikan unjuk karja mengajar berikutnya.
Observasi kelas dan wawancara supervisi sangat terbatas walaupun sebagai teknik supervisi hal itu telah dikenal baik dengan para supervisor. Kegiatan itu, bahkan dipandang cukup efektif digunakan untuk membantu guru guna meningkatkan kualitas unjuk kerja kelas.
Kajian tentang sikap guru terhadap supervisi menjelaskan bahwa merujuk sejumlah hasil penelitian beberapa pakar supervisi pengajaran, temuan yang dilaporkan antara lain :
1.      Supervisi yang efektif harus didasarkan pada prinsip-prinsip yang seuai dengan perubahan sosial dan dinamika kelompok.
2.      Para guru menghendaki supervisi dari kepala sekolah, sebagaimana yang seharusnya dilakukan oleh tenaga personil yang berjabatan supervisor.
3.      Kepala sekolah tidak melakukan supervisi secara baik.
4.      Semua guru membutuhkan supervisi dan mengharapkan untuk disupervisi.
5.      Para guru lebih menghargai dan menilai secara positif perilaku supervisor yang hangat, saling mempercayai, bersahabat dan menghargai guru.
6.      Supervisi dianggap bermanfaat bila direncanakan dengan baik, supervisor menunjukkan sikap membantu dan menyediakan model-model pengajaran yang dipandang efektif
7.      Supervisor memberikan peran sera yang cukup tinggi kepada guru unuk pengambilan keputusan dalam wawancara supervisi.
8.      Supervisor mengutamakan pengembangan ketrampilan hubungan insan seperti halnya dengan kemampuan teknis.
9.      Supervisor seharusnya menciptakan iklim organisasional yang terbuka, yang memungkinkan pemantapan hubungan yang saling menunjang (supportive).

C. Sikap guru terhadap supervisi
Perbaikan atau peningkaan mutu pengajaran di sekolah berkaitan erat dengan proses supervisi. Dalam hal itu, sudah seharusnya supervisor (kepala sekolah) yang merupakan unsur penting bagi keefektifan layanan supervisi mendorong guru agar berupaya melakukan peningkatan diri sendiri. Observasi dan pertemuan (tatap muka) adalah salah satu wahana yang dapat digunakan untuk mendapatkan perubahan (penampilan) mengajar itu. Karena itu supervisor diharapkan merumuskan  guru melaui pertemuan terhadap pengamatan (observasi) tertentu dan spesfifik dengan harapan akan diperoleh minat dan keinginan untuk membantu terjadi perubahan atau perbaikan penampilan mengajar. Karena itu beberapa pakar supervisi menegaskan  pentingnya observasi dan pertemuan bahkan dikatakan sangat central, inti, atau tulang punggung dari proses supervisi. keberhasilan proses supervisi di sekolah tidak dilepaskan dari tanggung jawab kepala sekolah, karena ialah yang dianggap sebagai pemimpin pengajaran di sekolahnya.[10]
Keberhasilan melembagakan observasi dan pertemuan dalam proses supervisi menunjukkan pula kualitas personal dan kemampuan profesional, karena untuk mewujudkan pula kualitas personal dan kemampuan profesional karena untuk mewujudkan diperlukan kemampuan membangun hubungan dengan seluruh staf sekolahnya. Kemampuan mengaktualisasikannya itu menunjukkan pula kemampuan kepemimpinan sejati, bahkan ia mampu memadukan  untuk saling melengkapkan pola karakteristik personalnya dengan tujuan dan karakteristik para guru sebagai bawahannya. [11]
Kindsvatter dan Wilen sebagaimana yang dikutip oleh Binti Maunah menjelaskan bahwa observasi dan pertemuan supervisi pada hakikanya dapat menyebabkan berbagai bentuk kecemasan dan ketakutan terhadap guru. Kepala sekolah hendaknya mampu mengembangkan ketrampilan yang memungkinkannya kecemasan-kecemasan semacam itu, dan selanjutnya meredamnya atau menguranginya. Jika ia mengabaikannya, maka hasil positif pertemuan supervisi sulit dicapai. Di sinlah letak perlunya komunikasi inerpersonal selama pertemuan supervisi yang diharapkan dapat memberikan dampak perbaikan pengajaran, baik yang segera dapat diamati, maupun untuk penampilan yang akan datang.

 

D. Pemecahan Terhadap Problem Guru
Ada beberapa awaran solusi pemecahan terhadap problem-problem yang dihadapi guru di lapangan, yaitu :
  1. Membantu guru-guru yang belum berpengalaman.
  2. Membantu guru-guru yang sedia membantu guru yang tidak hadir (subtitute teacher).
  3. Membantu guru-guru yang bekerja kurang efektif.
  4. Membantu guru-guru yang superior.
  5. Membantu guru-guru yang mempunyai kelemahan pribadi.
  6. Membantu guru-guru yang kurang rajin.
  7. Membantu guru-guru yang kurang demokratis.
  8. Membantu guru-guru yang kurang bergairah / pudar.
  9. Membantu guru-guru yang selalu menentang.
  10. Membantu guru-guru yang terlalu lama bekerja rutin.
  11. Membantu guru-guru yang menghadapi keruwetan dalam masalah disiplin. 

E. Paradigma yang harus dibangun guru
Setelah mengetahui tentang pemecahan masalah diatas maka yang harus dilakukan guru adalah :
  1. Tidak terjebak pada rutinitas belaka, tetapi mengembangkan dan memberdayakan diri secara terus-menerus untuk meningkatkan kualifikasi dan kompetensinya, baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan, seminar, lokakarya, dan kegiatan sejenisnya. Guru jangan terjebak pada aktifitas datang, mengajar, pulang, begitu berulang-ulang sehingga mengembangkan potensi diri secara maksimal.
  2. Guru mampu menyusun dan melaksanakan strategi dan model pembelajaran yang aktif, inovatif,kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM) yang dapat menggairahkan motivasi belajar peserta didik. Guru harus menguasai berbagai macam strategi dan pendekatan serta model pembelajaran sehingga proses belajar-mengajar berlangsung dalam suasana yang kondusif dan menyenangkan.
  3. Dominasi guru dalam pembelajaran, dikurangi sehingga memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih berani, mandiri, dan kreatif dalam proses belajar mengajar.
  4. Guru mampu momodifikasi dan memperkaya bahan pembelajaran sehingga peserta didik mendapatkan sumber belajar yang lebih bervariasi.
  5. Guru menyukai apa yang diajarkanya dan menyukai mengajar sebagai suatu profesi yang menyenangkan.
  6. Guru mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mutakhir sehingga memiliki wawasan yang luas dan tidak tertinggal dengan informasi terkini.
  7. Guru mampu menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat luas dengan selalu menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji dan mempunyai integritas yang tinggi.
  8. Guru mempunyai visi ke depan dan mampu membaca tantangan zaman sehingga siap menghadapi perubahan dunia yang tidak menentu yang membutuhkan kecakapan dan kesiapan yang baik
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Guru sebagai sentral dari perjalanan keberhasilan anak didik memiliki peran yang pastinya meimiliki kompleksitas problem yang dihadapi dalam akifias kesehariannya, untuk itu guru harus bisa menempatkan diri pada posisinya sebagaimana mestinya, karena tiada orang yang tiada kan bisa lepas dari masalah.
Guru sangat perlu pula adanya supervisi guna adanya sebuah perbakan dalam model dan sistem mengajarnya, sehingga  mencipa pola mengajar yang lebih baik, dengan supervisi ini pula seorang guru bisa mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimiliki, sehingga akan bertindak sesuai dengan tugas yang seharusnya dilaksanakannya.
Observasi kelas dan wawancara supervisi pada hakikatnya dapat menyebabkan berbagai bentuk kecemasan dan ketakutan terhadap guru, untuk itu hasil positif wawancara supervisi, sulit dicapai. Di sinilah letak perlunya komunikasi interpersonal selama wawancara supervisi yang diharapkan dapat memberikan dampak perbaikan pengajaran
B.     Saran
Karena minimnya referensi terkait dengan supervisi yang beredar di lapangan dimohon bagi para mahasiswa untuk mengkaji lewat penelusuran lain yang mendukung
DAFTAR PUSTAKA

Naim, Ngainun, Rekonstruksi Pendidikan Nasional Membangun PAradigma Yang Mencerahkan, Yogyakarta: TERAS, 2009.
Maunah, Binti, Supervisi Pendidikan Islam, (teori dan prakteknya), Tulungagung: STAIN Tulungagung Press, 2008.
Mulyasa, E, Menjadi Guru Profesional, Bandung: P. Remaja Rosda Karya, 2005.
Undang-undang nomor 14 tahun 2005



[1] Ngainun Naim, Rekonstruksi Pendidikan Nasional Membangun PAradigma Yang Mencerahkan, (Yogyakarta: TERAS, 2009), 10.
[2] Undang-undang nomor 14 tahun 2005
[3] E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: P. Remaja Rosda Karya, 2005), 35.
[4] E. Mulyasa, Menjadi……………36.
[5] E. Mulyasa, Menjadi……………36.
[6] Binti Maunah, Supervisi Pendidikan Islam, (teori dan prakteknya), (Tulungagung: STAIN ulungagung Press, 2008), 95.  
[7] Binti Maunah, Supervisi .........................., 95.  
[8] Binti Maunah, Supervisi .........................., 96.  
[9] Binti Maunah, Supervisi .........................., 97.  
[10] Binti Maunah, Supervisi .........................., 100.  
[11] Binti Maunah, Supervisi .........................., 100.