Minggu, 13 November 2016

Islam Rohmatan Lil'alamin

Ada hal yang menarik untuk ingin saya coba tuliskan dalam tulisan ini, berawal dari melihat koleksi buku saya, kemudian tergerak untuk berbagi tulisan walaupun masih begitu banyak kekurangan.

Terkait dengann wacana keislaman yang tiada habis kita bahas. Dalam kesejarahan Islam, seringkali Islam disebarkan dengan jalan damai. Sehingga Islam bisa diterima oleh umat manusia di seluruh dunia sampai saat ini.

Begitupula yang terjadi di pulauJawa, agama Islam yang disebarkan oleh para kekasih Allah (auliya') atau yang lebih dikenal dengan sebutan wali songo. Mereka menyebarkan Islam di pulau Jawa dengan begitu hebatnya. Mereka tidak anti budaya mereka justru malah menjadi motor penggerak dinamisnya pengaruh Islam yang mereka bawa di Jawa. Tidak ada sejarah yang menjelaskan benturan mereka dengan penganut budaya waktu itu. Justru mereka malah membuat akulturasi dan afiliasi budaya lokal waktu itu dengan nilai-nilai keislaman.

Tapi akhir-akhir ini Islam seakan  ditampilkan begitu jelasnya. Membid'ahh-bid'ahkan kelompok lain yang tidak sefaham dan mengkafir-kafirkan kelompok lain yang ajarannya  tidak sesuai  dengan apa yang sudah mereka terima.

Robert N. Billah sebagaimana disebutkan dalam sosiologi Islam elaborasi pemikiran Ibnu khaldun, mengatakan mengatakan bahwa doktrin - doktrin yang mapan yang jelas-jelas tercipta akibat kejahilan dan daya tipu yang sengaja dilakukan oleh para imam (Priest) untuk melayani kepentingan diri mereka sendiri serta para penguasa lalim yang seringkali menjadi tuan merek.

Dari pendapat Billah ini bahwa Islam bila dibawa ke dalam ranah kepentingan pribadi atau kelompok akan menyebabkan terjadinya chaos. Sebagaimana saat ini ketika begitu canggihnya teknologi digital, disosialisasikan media (sosmed) seharusnya jadi ajangpembumian Islam, sebagai wadah untuk meluaskan jejaring. Justru malah menjadi hal yang negatif. Seringkali kita temui kata-kata hujatan kafir dan kafir oleh mereka yang tergabung dalam gerbong Islam fundamentalis. Seharusnya Islam sebagai agama yang Rahmatan Lil 'alaminn perlu kita dengung-dengungkan dibelahan dunia bahwa Islam datang membawa kesejukan bukan permusuhan.

Kamis, 02 Juli 2015

Makalah: Psikologi Pendidikan Islam

MAKALAH
KONSEP PSIKOLOGI PENDIDIKAN ISLAM

Tugas ini disusun guna memenuhi tugas
mata kuliah "Psikologi Pendidikan Islam"

Dosen Pembimbing ;
Prof. Dr. IMAM MALIK, M.Ag.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                              






Disusun oleh :

AHMAD ARIFUL MUSTAQIM
NIM.3241084005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCA SARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) TULUNGAGUNG
Nopember 2009


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar.
Karena konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif.
Dalam pembahasan makalah ini, lebih menekankan pembahasan tentang psikologi pendidikan dalam perspektif Islam sesuai dengan judul makalah yang sedang saya bahas " Konsep Psikologi Pendidikan Islam".  
B. Rumusan Masalah
  1. Apakah Pengertian Psikologi Pendidikan Islam ?
  2. Bagaimanakah Fondasi Psikologi Islami ?
  3. Bagaimanakah Fungsi Psikologi Dalam Dunia Pendidikan ?
  4. Bagaimanakah Aktualisasi Psikologi Islami dalam Pendidikan Islam ?


C. Tujuan Pembahasan
  1. Untuk mengetahui tentang pengertian Psikologi Pendidikan Islam
  2. Untuk mengetahui tentang bagaimana fondasi Psikologi Islami
  3. Untuk mengetahui tentang Fungsi Psikologi Dalam Dunia Pendidikan
  4. Untuk mengetahui tentang Aktualisasi Psikologi Islami dalam Pendidikan Islam






BAB II
PMBAHASAN

1. Pengertian Psikologi Pendidikan Islam
Istilah psikologi berasal dari bahasa Inggris psychology. Namun kata ini sebenarna berasal dari Bahasa Yunani psyche dan logos. Psyche berartti jiwa, sedangkan logos berarti mengetahui atau ilmu. Jadi secara etimologis, psikologi dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang jiwa atau disingkat dengan ilmu jiwa.
Terdapat banyak penafsiran tentang psikologi ini. Sebagaimana yang dirumuskan oleh para ahli psikologi yang menjelaskan psikologi secara umum seperti di bawah ini :
1.      Criyn, menyebutkan psikologi ialah ilmu pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa jiwa.
2.      Prof. A. Ghozali, M.A. menyebutkan psikologi ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari penghayatan dan tingkah laku manusia.
3.      Kuypere, menyebutkan psikologi ialah ilmu pengetahuan tentang fungsi-fungsi jiwa.
4.      J. Lischoten, mengatakan psikologi ialah ilmu yang mempelajari tentang bentuk umum dari cara bergaulnya pribadi dengan benda/orang, yang ada dalam situasi pergaulan.
5.      Drs. Marsam berpendapat psikologi ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan menghayati tingkah laku manusia, yang merupakan perwujudan dari aktifitas potensi jiwa, sebagai reaksi pengaruh lingkungan.
Sehingga dari berbagai pandangan tadi dapat diketahui bahwa makna psikologi ialah ilmu yang berusaha mengungkap, mempelajari, membina dan membimbing poensi-potensi yang ada pada manusia baik yang bersumber dari hereditas (fitrah) maupun dari hasil reaksi akibat pengaruh lingkungan.
Sedangkan dalam pandangan Islam istilah jiwa dikenal dengan istilah nafs (jiwa), qalb (hati), roh dan aql (akal). Keempat nama tersebut dijelaskan dalam al-Qur'an sebagaimana contoh-contoh berikut :
1.      Kata nafs, dalam surat al-Baqarah : 48 terdapat kata (نفس عن نفس) menunjukkan dzat dalam keseluruhan tubuh manusia. Di dalamnya lebih menekankan unsur pengaruh dan akifitas biologis daripada unsur berfikir. Disini al-nafs juga dapat dimaknai sebagai subtansi yang berdiri sendiri, bersifat immateri, subyek yang mengetahui dan tidak terbagi-bagi.
2.     Kata roh dalam surat As-Sajdah : 9 terdapat kata (زوجه) digunakan sebagai arti pemberian hidup, dan arti al-Quran dalam surat Asy-Syuura : 52 pada kata زوجا juga menunjukkan arti wahyu dan malaikat/Jibril pembawanya, seperi dalam surat Mukmin :15, pada kata (الروح) Jibril/ Malaikat, dan S. An-Nahl : 102 pada kata روح القدوس) )
3.      Kata qalb selalu digunakan yang berkaitan dengan emosi dan akal manusia, teapi tidak menunjukkan penggerak naluri atau biologis dan tetap terbatas pada bagian yang disadari. Seperti dalam Surat A-Hujurat: 7 pada kata (قلوبكم ) hatimu.
4.      Kata aql dalam beberapa ayat menunjukkan unsur pemikiran manusia, seperti S. Al-Anfal : 22 pada kata (لا يعقلون) apakah kamu tidak berfikir.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang dibekali dengan berbagai potensi fitrah yang tidak dimiliki makhluk lainnya. Potensi istimewa ini dimaksudkan agar manusia dapat mengemban dua tugas utama, yaitu sebagai khalifatullah di muka bumi dan juga abdi Allah untuk beribadah kepada-Nya.

 


Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Menurut Poerbakawatja dan Harahap, Pendidikan adalah “….Usaha secara sengaja dari orang dewasa dengan pengaruhnya untuk meningkatkan si anak ke kedewasaan, yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moral dari segala perbuatannya…” Orang dewasa itu adalah orang tua si anak atau orang yang atas dasar tugas dan kedudukannya mempunyai kewajiban untuk mendidik, misalnya saja guru sekolah, pendeta atau kiai dalam lingkungan keagamaan kepala-kepala asrama dan sebagainya.
Menurut Juhn Dewey, pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
“Pendidikan” dalam Islam lebih banyak dikenal dengan menggunakan istilah  al-tarbiyah, al-ta`lim, al-ta`dib dan al-riyadah.” Setiap terminologi tersebut mempunyai makna yang berbeda satu sama lain, karena perbedaan teks dan kontek kalimatnya.
Pengertian pendidikan bahkan lebih diperluas cakupannya sebagai aktivitas dan fenomena. Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental, dan sosial sedangkan pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup, atau keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak, yang kedua pengertian ini harus bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam yang bersumber dari al Qur’an dan Sunnah (Hadist).
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam adalah usaha maksimal untuk menentukan kepribadian anak didik berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam al-Qur`an dan Sunnah. Usaha tersebut senantiasa harus dilakukan melalui bimbingan, asuhan dan didikan, dan sekaligus pengembangan potensi manusia untuk meningkatkan kualitas intelektual  dan moral yang berpedoman pada syariat Islam.
Manusia dengan berbagai potensi tersebut membutuhkan suatu proses pendidikan, sehingga apa yang akan diembannya dapat terwujud. Pendidikan Islam bertujuan untuk mewujudkan manusia yang berkepribadian muslim baik secara lahir maupun batin, mampu mengabdikan segala amal perbuatannya untuk mencari keridhaan Allah SWT. Dengan demikian, hakikat cita-cita pendidikan Islam adalah melahirkan manusia-manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan, satu sama lain saling menunjang.
Psikologi pendidikan dapat diartikan sebagai salah satu cabang psikologi yang secara khusus mengkaji perilaku individu dalam konteks situasi pendidikan dengan tujuan untuk menemukan berbagai fakta, generalisasi dan teori-teori psikologi berkaitan dengan pendidikan, yang diperoleh melalui metode ilmiah tertentu, dalam rangka pencapaian efektivitas proses pendidikan.
Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi. Sumbangsih psikologi terhadap pendidikan sangatlah besar. Kegiatan pendidikan, khususnya pada pendidikan formal, seperti pengembangan kurikulum, Proses Belajar Mengajar, sistem evaluasi, dan layanan Bimbingan dan Konseling merupakan beberapa kegiatan utama dalam pendidikan yang di dalamnya tidak bisa dilepaskan dari psikologi.
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang di dalamnya melibatkan banyak orang, diantaranya peserta didik, pendidik, adminsitrator, masyarakat dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat memahami tentang perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan perilakunya secara efektif.
Arthur S. Reber menerangkan bahwa Psikologi pendidikan adalah sebuah subdisiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan teori dan masalah kependidikan yang berguna dalam hal-hal sebagai berikut :
1.      Penerapan prinsip-prinsip belajar dalam kelas
2.      Pengembangan dan pembaharuan kurikulum
3.      Ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan
4.      Sosialisasi proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan pendayagunaan ranah kognitif
5.      Penyenggaraan pendidikan keguruan
Pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat dengan psikologi. Pendidikan merupakan suatu proses panjang untuk mengaktualkan seluruh potensi diri manusia sehingga potensi kemanusiaannya menjadi aktual. Dalam proses mengaktualisasi diri tersebut diperlukan pengetahuan tentang keberadaan potensi, situasi dan kondisi lingkungan yang tepat untuk mengaktualisasikannya. Pengetahuan tentang diri manusia dengan segenap permasalahannya akan dibicarakan dalam psikologi umum. Dalam hal pendidikan Islam yang dibutuhkan psikologi Islami, karena manusia memiliki potensi luhur, yaitu fitrah dan ruh yang tidak terjamah dalam psikologi umum (Barat).
Berdasarkan uraian diatas, maka sudah selayaknya dalam pendidikan Islam memiliki landasan psikologis yang berwawasan kepada Islam, dalam hal ini  dengan berpandu kepada al-Quran dan hadits sebagai sumbernya, sehingga akhir dari tujuan pendidikan Islam dapat terwujud dan menciptakan insan kamil bahagia di dunia dan akhirat. Sebenarnya, banyak sekali istilah untuk menyebutkan psikologi yang berwawasan kepada Islam. Diantara para psikolog ada yang menyebut dengan istilah psikologi Islam, psikologi al-Qur’an, psikologi Qur’ani, psikologi sufi dan nafsiologi. Namun pada dasarnya semua istilah tersebut memiliki makna yang sama.
B. Fondasi Psikologi Islami
Dalam Al-Quran, ada beberapa kata kunci yang berbicara mengenai psikologi yaitu al-nafs, al-qalb, al-aql, al-ruh, seperti yang sudah dijelaskan di atas. Dari analisa terhadap kosa kata tersebut, secara metode tafsir maudhu’i atau tematik akan diformulasikan sejumlah konsep-konsep psikologi dari Al-Quran, selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk menyusun paradigma teori psikologi Islami.
Psikologi Islam merupakan sebuah aliran baru dalam dunia psikologi yang mendasarkan seluruh bangunan teori-teori dan konsep-konsepnya kepada Islam. Islam sebagai subjek dan objek kajian dalam ilmu pengetahuan, harus dibedakan kepada tiga bentuk: Islam sebagai ajaran, Islam sebagai pemahaman dan pemikiran serta Islam sebagai praktek atau pengamalan. Islam sebagai ajaran bersifat universal dan berlaku pada semua tempat dan waktu, bersifat absolut dan memiliki kebenaran normatif,  yaitu benar berdasarkan pemeluk agama tersebut, sehingga bebas ruang dan waktu. Islam sebagai pemahaman dan praktek, selalu berhubungan dengan ruang dan waktu, sehingga bersifat partikular, lokal dan temporal. Dan itu semua adalah fondasi awal untuk melakukan gagasan aktulisasi psikologi Islami. Dalam kontek Aceh paska pengesahan RUU-PA, kita berharap supaya qanun-qanun tentang pendidikan secara umum dapat memuat rincian ketiga hal tersebut, karena itu adalah ruh dari psikolongi pendidikan kita kedepan post conflict and post tsunami.

C. Fungsi Psikologi Dalam Dunia Pendidikan
Psikologi merupakan suatu cabang ilmu yang memberikan kontribusi banyak dalam dunia pendidikan. Dimana bagi pendidik, pengetahuan tentang psikologi yang dimiliki akan membantu dalam menghadapi anak didiknya. Hal ini disebabkan pada diri anak didik  ada keefektifan – keefektifan jiwa yang dapat diperhalus atau diperkuat melalui pendidikan atau latihan – latihan yang sistematis dan kontinue.
Disini para pendidik, khususnya para guru sekolah, sangat diharapkan memiliki pengetahuan psikologi pendidikan yang sangat memadahi agar dapat mendidik para siswa melalui proses belajar mengajar yang berdaya guna dan berhasil guna. Pengetahuan menganahi psikologi pendidikan bagi para guru berperan penting dalam penyelenggarakan pendidikan di sekolah-sekolah.
Misalnya, dengan memberikan alat-alat bermain bagi anak-anak yang belum  masuk sekolah, berarti kita telah memberikan kesempatan bagi pertumbuhan jiwa anak seperti ingatan, fantasi, berfikir, dan sebagainya. Hal ini merupakan upaya untuk membantu pertumbuhan suatu fungsi dalam jiwa anak.
Dengan mempelajari psikologi, pendidik dapat mengetahui bahwa masa peka pada anak-anak terjadi sekiar umur 3-4 tahun, sedang untuk belajar berhitung terjadi sekitar umur 5-6 tahun. Dengan demikian pada umur-umur tersebut (orang tua) dirumah dapat memberikan latihan pendahuluan sebelum si anak masuk sekolah. Disamping itu si anak juga harus diberikan pendidikan kehendak, agar tindakan si anak sesuai dengan norma-norma yang ada.
Jiwa anak memang berbeda dengan jiwa orang dewasa, karena itu cara mendidiknya pun tidak sama dengan mendidik orang dewasa. Lebih-lebih disaat pertumbuhan anak menuju tingkat dewasa, pendidik harus menyesuaikan pola penddidikannya dengan karakter yang dimiliki anak. Disinilah pentingnya psikologi pendidikan. Dengan memiliki pengetahuan tentang psikologi pendidikan anak, maka para pendidikpun akan dapat menepikan kesalahan-kesalahan dalam proses pendidikan dan pertumbuhan anak menuju dewasa.        
D. Aktualisasi Psikologi Islami dalam Pendidikan Islam
Manusia merupakan makhluk pilihan Allah yang mengembangkan tugas ganda, yaitu sebagai khalifah Allah dan Abdullah (Abdi Allah). Untuk mengaktualisasikan kedua tugas tersebut, manusia dibekali dengan sejumlah potensi didalam dirinya. Hasan Langgulung mengatakan, potensi-potensi tersebut berupa ruh, nafs, akal, qalb, dan fitrah. Sejalan dengan itu, Zakiyah Darajat mengatakan, bahwa potensi dasar tersebut berupa jasmani, rohani, dan fitrah namun ada juga yang menyebutnya dengan jismiah, nafsiah dan ruhaniah.
1. Aspek jismiah
Aspek jismiah adalah keseluruhan organ fisik-biologis, serta sistem sel, syaraf dan kelenjar diri manusia. Organ fisik manusia adalah organ yang paling sempurna diantara semua makhluk. Alam fisik-material manusia tersusun dari unsur tanah, air, api dan udara. Keempat unsur tersebut adalah materi dasar yang mati. Kehidupannya tergantung kepada susunan dan mendapat energi kehidupan yang disebut dengan nyawa atau daya kehidupan yang merupakan vitalitas fisik manusia. Kemampuannya sangat tergantung kepada sistem konstruksi susunan fisik-biologis, seperti: susunan sel, kelenjar, alat pencernaan, susunan saraf sentral, urat, darah, tulang, jantung, hati dan lain sebagainya. Jadi, aspek jismiah memiliki dua sifat dasar. Pertama berupa bentuk konkrit berupa tubuh kasar yang tampak dan kedua bentuk abstrak berupa nyawa halus yang menjadi sarana kehidupan tubuh. Aspek abstrak jismiah inilah yang akan mampu berinteraksi dengan aspek nafsiah dan ruhaniah manusia.

2. Aspek nafsiah
Aspek nafsiah adalah keseluruhan kualitas insaniah yang khas dimiliki dari manusia berupa pikiran, perasaan dan kemauan serta kebebasan. Dalam aspek nafsiah ini terdapat tiga dimensi psikis, yaitu dimensi nafsu, ‘aql, dan qalb.
  1. Dimensi nafsu merupakan dimensi yang memiliki sifat-sifat kebinatangan dalam sistem psikis manusia, namun dapat diarahkan kepada kemanusiaan setelah mendapatkan pengaruh dari dimensi lainnya, seperti ‘aql dan qalb, ruh dan fitrah. Nafsu adalah daya-daya psikis yang memiliki dua kekuatan ganda, yaitu: daya yang bertujuan untuk menghindarkan diri dari segala yang membahayakan dan mencelakakan (daya al-ghadabiyah) Serta daya yang berpotensi untuk mengejar segala yang menyenangkan (daya al-syahwaniyyah).
  2. Dimensi akal adalah dimensi psikis manusia yang berada diantara dua dimensi lainnya yang saling berbeda dan berlawanan, yaitu dimensi nafsu dan qalb. Nafsu memiliki sifat kebinatangan dan qalb memiliki sifat dasar kemanusiaan dan berdaya cita-rasa. Akal menjadi perantara diantara keduanya. Dimensi ini memiliki peranan penting berupa fungsi pikiran yang merupakan kualitas insaniah pada diri manusia.
  3. Dimensi qalb memiliki fungsi kognisi yang menimbulkan daya cipta seperti berpikir, memahami, mengetahui, memperhatikan, mengingat dan melupakan. Fungsi emosi yang menimbulkan daya rasa seperti tenang, sayang dan fungsi konasi yang menimbulkan daya karsa seperti berusaha.
3. Aspek ruhaniah
Aspek ruhiyah adalah keseluruhan potensi luhur (high potention) diri manusia. Potensi luhur itu memancar dari dimensi ruh dan fitrah. Kedua dimensi ini merupakan potensi diri manusia yang bersumber dari Allah. Aspek ruhaniyah bersifat spiritual dan transedental. Spiritual, karena ia merupakan potensi luhur batin manusia yang merupakan sifat dasar dalam diri manusia yang berasal dari ruh ciptaan Allah. Bersifat transidental, karena mengatur hubungan manusia dengan yang Maha transenden yaitu Allah. Fungsi ini muncul dari dimensi fitrah.
Dari penjabaran diatas, dapat disebutkan bahwa aspek jismiah bersifat empiris, konkrit, indrawi, mekanistik dan determenistik. Aspek ruhaniah bersifat spiritual, transeden, suci, bebas, tidak terikat pada hukum dan prinsip alam dan cenderung kepada kebaikan. Aspek nafsiah berada diantara keduanya dan berusaha mewadahi kepentingan yang berbeda.
Pada hakikatnya, proses pendidikan merupakan proses aktualisasi potensi diri manusia. Sistem proses menumbuhkembangkan potensi diri itu telah ditawarkan secara sempurna dalam sistem ajaran Islam, ini yang pada akhirnya menyebabkan manusia dapat menjalankan tugas yang telah dibebankan Allah.
Pengaktualan potensi diri manusia tersebut dapat diarahkan melalui konsep pembinaan “kecerdasan emosional dan spiritual”. Ary Ginanjar Agustian telah menulis buku tentang ini dengan judul “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ Emosional Spiritual Questiont Berdasarkan Enam Rukun Iman dan Lima Rukun Islam”. Dalam buku tersebut menjelaskan bahwa rukun iman dan rukun Islam adalah sistem pembinaan kecerdasan emosional dan spiritual:
Adapun rukun iman dan rukun Islam, disamping sebagai petunjuk ritual bagi umat Islam, ternyata pokok pikiran dalam rukun iman dan rukun Islam tersebut juga dapat memberikan bimbingan untuk mengenal dan memahami perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi diri, mengelola emosi dalam berhubungan dengan orang lain. Hal inilah yang mendasari pemikiran saya untuk menjelaskan bahwa rukun iman dan rukun Islam adalah suatu metode membangun emotional quetiont (EQ) yang didasari oleh hubungan manusia dengan Tuhannya, spiritual quetiont (SQ) sehingga saya menamakannya dengan emotional dan spiritual quetiont (ESQ).
Rukun Islam merupakan metode pengasahan dan pelatihan ESQ. Syahadat berfungsi sebagai “mission statement”, puasa sebagai “self controlling”, serta zakat dan haji sebagai peningkatan “social intelligence” atau kecerdasan sosial. Islam menuntut penganutnya agar senantiasa melaksanakan rukun Islam secara konsisten dan kontinu. Ini merupakan bentuk training sepanjang hidup manusia. Disinilah pembentukan dan pembinaan kecerdasan emosional dan spiritual yang sempurna.
Para ahli psikologi mengatakan bahwa tingkat perkembangan intelligence Quetiont (IQ) berbeda dengan perkembangan emotional dan spiritual quetiont (ESQ).  Tingkat kecerdasan IQ relatif tetap, sedangkan kecerdasan ESQ dapat meningkat sepanjang hidup manusia. Struktur susunan rukun iman dan rukun Islam merupakan susunan anak tangga yang teratur secara sistematis, logis dan objektif dalam pembentukan ESQ. Rukun iman berfungsi membentuk struktur fundamental mental berupa: prinsip landasan mental, prinsip kepercayaan, prinsip kepemimpinan, prinsip pembelajaran, prinsip masa depan hingga prinsip keteraturan.
Daniel Goleman, seorang profesor dari Universitas Harvard menjelaskan bahwa ada ukuran/patokan lain yang menentukan tingkat kesuksesan seseorang. Dalam bukunya yang terkenal, Emotional Intelligence, membuktikan bahwa tingkat emosional manusia lebih mampu memperlihatkan kesuksesan seseorang.
Intelligence Quotient (IQ) tidak dapat berkembang. Jika seseorang terlahir dengan kondisi IQ sedang, maka IQ-nya tidak pernah bisa bertambah maupun berkurang. Artinya, jika seseorang terlahir dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cukup, percuma saja dia mencoba dengan segala cara untuk mendapatkan IQ yang superior (jenius), begitu pula sebaliknya. Tetapi, Emotional Quotient(EQ) dapat dikembangkan seumur hidup dengan belajar.
Kecerdasan Emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan seseorang sejak lahir hingga meninggal dunia. Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga, dan contoh-contoh yang didapat seseorang sejak lahir dari orang tuanya. Kecerdasan Emosi menyangkut banyak aspek penting, yang agaknya semakin sulit didapatkan pada manusia modern, yaitu:
·         empati (memahami orang lain secara mendalam)
·         mengungkapkan dan memahami perasaan
·         mengendalikan amarah
·         kemandirian
·         kemampuan menyesuaikan diri
·         disukai
·         kemampuan memecahkan masalah antar pribadi ketekunan
·         kesetiakawanan
·         keramahan
·         sikap hormat
Orang tua adalah seseorang yang pertama kali harus mengajarkan kecerdasan emosi kepada anaknya dengan memberikan teladan dan contoh yang baik. Agar anak memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, orang tua harus mengajar anaknya untuk :
·   membina hubungan persahabatan yang hangat dan harmonis
·   bekerja dalam kelompok secara harmonis
·   berbicara dan mendengarkan secara efektif
·   mencapai prestasi yang lebih tinggi sesuai aturan yang ada (sportif)
·   mengatasi masalah dengan teman yang nakal
·   berempati pada sesama
·   memecahkan masalah
·   mengatasi konflik
·   membangkitkan rasa humor
·   memotivasi diri bila menghadapi saat-saat yang sulit
·   menghadapi situasi yang sulit dengan percaya diri
·   menjalin keakraban
Jika seseorang memiliki IQ yang tinggi, ditambah dengan EQ yang tinggi pula, orang tersebut akan lebih mampu menguasai keadaan, dan merebut setiap peluang yang ada tanpa membuat masalah yang baru.
Setelah mental terbentuk, dilanjutkan dengan langkah-langkah pembentukan “mission statement” melalui dua kalimat syahadat, kemudian pembangunan karakter melalui shalat lima waktu sehari semalam, pengendalian diri melalui puasa. Kemudian pembentukan kecerdasan sosial melalui zakat dan haji. Semua itu merupakan struktur sistem pembinaan dengan strategi dan metode training yang ideal.
Pembinaan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual secara komprehensif melalui rukun iman dan rukun Islam adalah proses pengaktualisasian potensi diri manusia secara totalitas. Potensi luhur diri manusia yang bersumber dan ruh dan fitrah Allah, inilah inti ibadah. Pengaktualisasian potensi ruh mewujudkan fungsi khalifah dan aktualisasi potensi fitrah mewujudkan fungsi ibadah. Dimana aktivitas pendidikan hamba Allah tetap akan menjadi ibadah, bukan malah sebaliknya menjadi aktivitas yang jauh dari nilai-nilai relegiusitas. Bukan kah kita hidup tanpa nilai-nilai relegiusitas terasa hambar.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Psikologi pendidikan Islam dapat kita ketahui secara definitif ialah ilmu yang mempelajari tentang jiwa yang mana keberadaannya tidak bisa lepas dalam nilai-nilai Islam itu sendiri. Dalam pembahasan ini psikologi diarikan sebagai al-nafs.
Psikologi Pendidikan Islam merupakan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam al-Qur`an dan Sunnah. Usaha tersebut senantiasa harus dilakukan melalui bimbingan, asuhan dan didikan, dan sekaligus pengembangan potensi manusia untuk meningkatkan kualitas intelektual  dan moral yang berpedoman pada syariat Islam.
Para pendidik harus memiliki kompetensi keilmuan psikologi pendidikan ini dalam proses belajar mengajar yang dia terapkan. Karena dengan penguasaan melalui psikologi pendidikan ini dia akan lebih mudah memahami karakter murid-muridnya, untuk lebih mandapatkan hasil yang maksimal. Karena dalam kelas gurulah yang sering berhadapan dengan anak didiknya. 
Kemudian dalam pengaktualisasian psikologi pendidikan ini, manusia dibekali dengan sejumlah potensi di dalam dirinya. Potensi yang diberikan Allah yang diberikan kepada setiap manusia. Potensi-potensi tersebut berupa ruh, nafs, akal, qalb, dan fitrah



DAFTAR PUSTAKA


Agustian, Ary Ginanjar, “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ Emosional Spiritual Questiont Berdasarkan Enam Rukun Iman dan Lima Rukun Islam”. Jakarta : PT. Arga Wijaya Persada, 2001.
Baharuddin, Psikologi Pendidikan Refleksi Teoritis Terhadap Fenomena, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007.
Http://www.acehinstitute.org/opini_zahrila_aktualisi_pendidikan_islam.htm
Http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/psikologi-pendidikan-dan-guru/

Http://alhafizh84.wordpress.com/2009/12/20/pengertian-psikologi-pendidikan/

Http://www.khairulumam.co.cc/?p=67" \o "Permanent Link to Psikologi Pendidikan

Http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2009/01/16/pendidikan-islam/
Http://www.angelfire.com/mt/matrixs/psikologi.htm#Inteligensi%20dan%20IQ
Malik, Imam, Psikologi Umum, Tulungagung: STAIN Tulungagung, 2004.
Malik, Imam, Tazkiya al-Nafs (Sebuah Penyucian Jiwa, Surabaya: eLKAF, 2005
Romlah, Psikologi Pendidikan Kajian Teoritis dan Aplikatif, Malang: UMM Press, 2001
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005



Selasa, 30 Juni 2015

Artikel : Peran Penting Guru

MAKNA PENTING GURU

A. ARTI PENTING GURU
“Guru digugu lan ditiru
Demikian sekelumit bebasan jawa yang sering kita dengar dalam telinga kita sejak kecil. Sejak kita masih duduk dalam bangku sekolah dasar mungkin sudah tidak asing dengan penggambaran ini. Bebasan ini adalah merupakan penggambaran tentang peran penting guru yang memiliki peran yang sangat krusial dalam rangka untuk mengubah peradaban yang maju, stagnan atau bahkan kemunduran peradaban juga ditentukan pula oleh peran guru ini.
Peran guru di sini sangat signifikan dalam membimbing para siswanya sebagaimana yang diungkapkan oleh Muhammad Ali yang dikutip oleh Nazarudin dalam bukunya Manajemen Pembelajaran implementasi Konsep, Karakteristik dan metodologi pendidikan Agama Islam di sekolah umum, mengungkapkan bahwa guru pemegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, termasuk karakteristik dan problem belajar yang mereka hadapi.[1] Hal ini dikarenakan orang yang yang paling sering berinteraksi dalam proses pembelajaran adalah guru, sehingga ditangan gurulah letak keberhasilan atau kegagalan dalam proses belajar mengajar di kelas.
Peran utama guru dalam pembelajaran yaitu menciptakan keteraturan (establishing order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitating learning). Keteraturan di sini mencakup hal-hal yang terkait langsung atau tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti : tata letak tempat duduk, disiplin peserta didik di kelas, interaksi peserta didik dengan sesamanya, interaksi peserta didik dengan guru, jam masuk dan keluar untuk setiap sesi mata pelajaran, pengelolaan sumber belajar, pengelolaan bahan belajar, prosedur dan sistem yang mendukung proses pembelajaran, lingkungan belajar, dan lain-lain.
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya.[2]
Sebagai  seorang  pendidik  profesional,  guru  hendaknya  dapat menjadi  teladan bagi anak didiknya. Dalam  menjaga  hubungan  dengan  peserta  didik,  seorang  guru  mempunyai prinsip membimbing  peserta  didik,  bukan  hanya mengajar  atau  mendidik  saja. Sehingga dengan prinsip membimbing peserta didik maka anak akan merasa nyaman dan proses belajar mengajar dapat berjalan lancar.
Guru seharusnya menyadari bahwa mengajar merupakan suatu pekerjaan yang tidak sederhana dan mudah. Sebaliknya mengajar sifatnya sangat komplek karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis dan didaktif secara bersamaan. Aspek pedagogis menunjuk pada kenyataan bahwa mengajar di sekolah berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan., oleh karena itu, guru harus mendampingi para siswanya menuju kesuksesan belajar atau kedewasaan.

B. PERAN PENTING GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN
Guru adalah penentu sebuah sketsa pendidikan. Dalam konteks ini bisa dijelaskan bahwa, guru memiliki sebuah peran pennting dalam menumbuhkan peradaban maju atau tidaknya bangsa. Arah pendidikan mahu dibawa kemana adalah tugas guru untuk menjawab itu. Walupun grand besarnya adalah pemerintah selaku otoritatif dari pembuat kebijakan pendidikan melaui sistem pelaksanaan pendidikan. Kurikulum menjadi standarisasi pelaksanaan pendidikan yang digunakan untuk mencari format ideal pendidikan.
Seorang guru harus dibekali dengan kemampuan/kompetensi yang memadahi untuk bisa mengaktualisasikan dirinya dalam rangka membentuk watak bangsa yang baik. Guru harus berperan sebagai bapak juga berperan sebagai ibu. Dalam artian guru harus bisa memimpin / mengelola kelas dengan baik, selain itu guru harus memiliki sifat lemah lembut.
Guru harus memiliki kompetensi dalam bidangnya mengajar, kompetensi menyangkut berbagai hal untuk lebih baik. Kompetensi bukan hanya diwujudkan dengan ijzah di sekolah yang favorit akan tetapi kompetensi diwujudkan dalam keseriusan dan kepiawaian dalam membawakan materi dan mengelola kelas. Ini yang mungkin sampai sekarang guru-guru kita (termasuk kita) untuk lebih serius menggapai mimpi.
Tugas utama guru dalam pembelajaran ini sangat penting dikarenakan guru merupakan penentu keberhasilan atau kegagalan pembelajaran, tetapi posisi dan peranannya sangat penting. Oleh karena itu, untuk mewujudkan kesuksesan dalam proses pembelajaaran, guru harus melengkapi dirinya dengan berbagai aspek yang mendukung ke arah keberhasilan. Seorang guru yang hanya mengajar berdasarkan tradisi atau kebiasaan yang telah dijalani selama bertahun-tahun, tanpa mempertimbangkan berbagai ketrampilan teoritis maupun teknis yang mendukung profesionalitasnya, tentu akan memberikan hasil pembelajaran yang kurang sesuai dengan harapan. Sebaliknya, guru yang terus-menerus berusaha meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya, tentu akan menghasilkan proses yang jauh lebih baik.[3]
Dalam proses pembelajaran guru merupakan seorang yang harus siap untuk bisa menyalurkan keilmuannya kepada siswa. Guru dalam hal ini dia (guru) sebagai objek percontohan siswa. Guru yang tidak siap dengan materi dan ketika berhadapan dengan muridnya pastinya akan diledek bahkan bisa jadi bahan ejekan muridnya.
Tugas utama guru dalam proses pembelajaran ini sangat penting dikarenakan guru merupakan penentu keberhasilan atau kegagalan pembelajaran, tetapi posisi dan peranannya sangat penting. Oleh karena itu, untuk mewujudkan kesuksesan dalam proses pembelajaaran, guru harus melengkapi dirinya dengan berbagai aspek yang mendukung ke arah keberhasilan. Seorang guru yang hanya mengajar berdasarkan tradisi atau kebiasaan yang telah dijalani selama bertahun-tahun, tanpa mempertimbangkan berbagai ketrampilan teoritis maupun teknis yang mendukung profesionalitasnya, tentu akan memberikan hasil pembelajaran yang kurang sesuai dengan harapan. Sebaliknya, guru yang terus-menerus berusaha meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya, tentu akan menghasilkan proses yang jauh lebih baik.[4]
Untuk itu, profesionalisme guru saat ini sangat ditekankan untuk menjadi syarat guru bisa menjadi tolok ukur peningkatan kualitas pendidikan. Dalam konteks ini memang bagi guru baik setingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi guru harus menyiapkan perangkat mengajar dan harus siap sedia setiap bertatap muka dengan para siswanya. Guru haruss membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Proggram tahunan (prota), program semester (prommes), standar kompetensi, sampai dengan alat peraga dalam mengajar guru disyaratkan untuk memiliki skill tersebut.
Kompetensi guru menjadi sebuah taruhan untuk perubahan peradaban ke depan. Guru dituntut semaksimal mungkin untuk mengabdikan diri sepenuhnya di lembaga pendidikan dimana dia berada. Karena itu, guru saat ini sudah mulai berangsur-angsur mendapatkan haknya karena beban kerjasnya dituntut maksimal. Terbukti dengan adanya proses sertifikasi dan tunjangan fungsional bagi guru non PNS paling tidak regulasi ini memberikan pencerahan kepada guru untuk bisa lebih baik dari sebelumnya. Selain itu, sarana fisik lembaga sudah cukup baik dan hampir merata kecuali yang ada di daerah terluar yang tentunya kita kecualikan saat ini. Semoga dengan adanya regulasi yang jelas terhadap guru dan lembaga pendidikan ini, kedepan pendidikan Indonesia bisa lebih baik dari saat ini.






[1] Nazarudin, Manajemen Pembelajaran implementasi Konsep, Karakteristik dan metodologi pendidikan Agama Islam disekolah umum, (Yogyakarta : Teras, 2007), 160.
[2] Http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/06/peran-guru-dalam-proses-pendidikan/
[3] Naim, Materi Penyusunan,.1.
[4] Ngainun Naim dan Achmad Patoni, Materi Penyusunan Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (MPDP PAI), (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), 1